Anda belum login :: 27 Nov 2024 07:50 WIB
Detail
ArtikelPeninjauan Kembali dalam Perkara Pidana yang Berkeadilan dan Berkepastian Hukum Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013  
Oleh: Muhlizi, Arfan Faiz
Jenis: Article from Journal - ilmiah nasional
Dalam koleksi: Jurnal Yudisial vol. 8 no. 2 (Aug. 2015), page 145-166.
Topik: peninjauan kembali; keadilan; kepastian hukum; extraordinary request for review petition; justice; legal certainty
Fulltext: JJ15614508022015.pdf (644.54KB)
Ketersediaan
  • Perpustakaan Pusat (Semanggi)
    • Nomor Panggil: JJ156
    • Non-tandon: 1 (dapat dipinjam: 0)
    • Tandon: tidak ada
    Lihat Detail Induk
Isi artikelPutusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34/PUU- XI/2013 pada prinsipnya membolehkan peninjauan kembali (PK) dilakukan lebih dari satu kali. Putusan MK tersebut menyatakan Pasal 268 ayat (3) UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang berbunyi “Permintaan peninjauan kembali atas suatu pemutusan hanya dapat dilakukan satu kali saja,” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasca putusan tersebut, Mahkamah Agung (MA) justru menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana, yang menyatakan bahwa permohonan peninjauan kembali dalam perkara pidana dibatasi hanya satu kali. Hal ini menimbulkan kebingungan bagi aparat penegak hukum dan masyarakat pencari keadilan. Tulisan ini mengkaji solusi atas polemik peninjauan kembali dalam perkara pidana. Pembahasannya diawali dengan pemenuhan unsur keadilan dan kepastian hukum dalam PK seiring terbitnya Putusan MK dan SEMA tersebut. Pembahasan selanjutnya mengenai apakah pengaturan upaya PK selaras dengan prinsip perlindungan HAM. Dalam analisis disimpulkan bahwa: 1) pemenuhan keadilan (doelmatigheid) dalam upaya PK harus dilaksanakan dengan bingkai kepastian hukum (rechtmatigheid); 2) Putusan MK telah memberikan perlindungan HAM dan selaras dengan Statuta Roma 1998, yang memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengajukan koreksi dan rekoreksi terhadap putusan yang dipandang tidak adil; dan 3) dengan menggunakan asas res judicata pro veritate habetur maka dasar pengajuan PK harus berpedoman pada Putusan MK. Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah membuat mekanisme untuk mempercepat proses pemeriksaan PK dan mempercepat eksekusinya.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Kembali
design
 
Process time: 0.03125 second(s)