Anda belum login :: 23 Nov 2024 06:52 WIB
Detail
ArtikelPenuntasan Wajib Belajar Sembilan Tahun di "Daerah Seribu Pesantren": Masalah Sosial-Ekonomi, Politik, dan Budaya  
Oleh: Sukarno, Makmuri
Jenis: Article from Journal - ilmiah nasional
Dalam koleksi: Jurnal Kependudukan Indonesia vol. 08 no. 02 (2013), page 79-92.
Topik: Penuntasan Wajib Belajar; Pesantren; Madrasah; APK; Kabupaten Bangkalan
Ketersediaan
  • Perpustakaan PKPM
    • Nomor Panggil: J120
    • Non-tandon: 1 (dapat dipinjam: 0)
    • Tandon: tidak ada
    Lihat Detail Induk
Isi artikelTulisan ini menggambarkan kondisi yang berubah untuk penuntasan wajib belajar sembilan tahun di tengah konteks otonomi daerah, pergulatan antara pendidikan umum dan pendidikan pesantren, kesulitan ekonomi serta prospek kesempatan kerja di Kabupaten Bangkalan. Masyarakat Bangkalan pada umumnya menempatkan pendidikan agama, yang banyak dilayani pesantren, sebagai primer karena menyangkut makna hidup, sedangkan pendidikan "umum" yang dilayani sekolah bahkan madrasah (standar Kemenag) sebagai sekunder karena lebih menekankan pembelajaran tentang cara atau alat untuk hidup. Akibatnya, APK pada wajib belajar rendah. Catatan prestasi ini berubah membaik antara lain karena Paket B (setara SMP/MTs) masuk dan diterima pesantren dan madrasah diniyah, pelaksanaan program bantuan BOS di sekolah dan madrasah, serta kepercayaan terhadap sekolah/madrasah, serta kepercayaan terhadap sekolah/madrasah yang meningkat. Berbeda dengan zaman sebelum otonomi, program pendidikan di daerah ini sekarang lebih dipercaya tidak akan "melupakan agama di sekolah" karena banyak diantara eksekutif dan legislatif di daerah berasal dari kalangan pesantren itu sendiri. Di samping itu, kepercayaan pada jalur (trajectory) "pesantren-SD-kerja wiraswasta-kaya" telah melemah akibat merosotnya perdagangan kayu dan pelayaran yang selama ini diandallkan, sementara di pihak lain, muncul ekspektasi di masyarakat bahwa kesempatan kerja yang akan terbuka akibat relokasi industri dari sekitar Surabaya ke Bangkalan kelak akan lebih menerima lulusan sekolah/madrasah daripada lulusan pesantren. Catatan prestasi APK diharapkan akan lebih baik ke depan jika birokrasi daerah dapat mengakhiri diskriminasi dengan menempatkan secara serius pesantren umumnya dan madrasah khususnya sebagai mitra dalam upaya penuntasan.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Kembali
design
 
Process time: 0.015625 second(s)