Anda belum login :: 22 Nov 2024 23:27 WIB
Detail
ArtikelEvaluasi Konseptual atas Akuntansi Kapitalisasi Biaya Bunga Pinjaman (PSAK No.26) Serta Dampaknya terhadap Sektor Properti di Indonesia  
Oleh: Wirjolukito, Aruna
Jenis: Article from Journal - ilmiah nasional - tidak terakreditasi DIKTI - atma jaya
Dalam koleksi: Jurnal Ekonomi dan Bisnis vol. 1 no. 1 (Feb. 2001), page 57-79.
Topik: Properti; Kapitalisasi; Beban; Biaya Bunga Pinjaman; PSAK 26; Qualifying Asset
Ketersediaan
  • Perpustakaan Pusat (Semanggi)
    • Nomor Panggil: JJ100.1
    • Non-tandon: 1 (dapat dipinjam: 0)
    • Tandon: tidak ada
    Lihat Detail Induk
Isi artikelPenerapan perlakuan kapitalisasi atas biaya bunga dana pinjaman atau hutang seringkali dipertanyakan terutama berkaitan dengan efektivitas penyajian informasi akuntansi. Sejauh ini PSAK Indonesia telah melakukan adaptasi atas isu ini yang bahannya diambil dan SFAS. Setelah kurang lebih dua setengah tahun kemudian, PSAK no.26 direvisi pada pertengahan Januari 1997 dengan menambahkan beberapa penegasan mengenai pentingnya qualifying assets, cakupan biaya pinjaman (yang lebih luas dari biaya bunga), dan memberikan alternatif perlakuan kapitalisasi atas biaya pinjaman. Suatu hal yang perlu dicermati dalam penerapan perlakuan kapitalisasi, adalah dampaknya yang menyesatkan dalam proses pengambilan keputusan, misalnya dalam (1) keputusan investasi dan (2) akibat bias yang terkait dengan elemen-elemen karakteristik kualitatif laporan keuangan, seperti relevan dan keandalan. Disamping itu penerapan kapitalisasi merupakan suatu kecenderungan ditinggalkannya prinsip konservatisme. Terkait dengan evaluasi dampak penerapan kapitalisasi biaya bunga pada sektor properti, PSAK no.26 tidak banyak mengatur dengan tegas mengenai prosedur yang harus dilakukan. Dengan demikian setiap perusahaan leluasa untuk (1) menggunakan metode perhitungan nilai biaya yang dikapitalisasi sesuai kebutuhan, (2) menentukan berapa lama bunga dikapitalisasi, (3) mencatat kapitalisasi bunga ke dalam akun aset yang mana, serta (4) tidak mengungkapkan secara transparan, selain dan yang disyaratkan dalam standar. Hal-hal tersebut tentunya akan mengakibatkan laporan keuangan yang disajikan akan memuat tidak hanya kerancuan, tetapi juga praktik mark-up atas nilai aset, earnings management, serta penyajian angka-angka lain yang bertendensi perilaku optimis berlebih. Kucuran kredit tiap periode yang semakin besar - yang menandakan perhatian besar pemerintah dan pelaku bisnis terhadap sektor property - justru menjadi bumerang. Aturan yang kurang ketat dan jelas, justru membuat institusi pemberi pinjaman berada pada posisi yang sulit karena perusahaan cenderung bersembunyi di balik celah aturan. Bagaimanapun, PSAK no.26 tidak mendukung pengguna laporan keuangan untuk semakin memahami bisms perusahaan (khususnya dalam hal ini properti) tetapi justru memberi banyak kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan praktik yang merugikan.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Kembali
design
 
Process time: 0.015625 second(s)