Guna memahami dan menguasai bentuk-bentuk lembaga pengadaan, pembiayaan dan hak-hak atas pesawat udara sipil Indonesia, maka perlu diteliti sejauh mana eksistensinya di Indonesia, dan bagaimana pula mekanismenya sesusi dengan praktek di Indonesia, serta bagaimana pula diatur dalam Hukum Udara Internasional. Maka bentuk-bentuk lembaga pengadaan pesawat udara yang lazim dikenal di Indonesia adalah; jual-beli, sewa-beli, sewa guna usaha (leasing), Charter, pinjaman dan hibah. Masing-masing bentuk tersebut mempunyai ciri-ciri yang khusus dan perlu diperhatikan. Pengadaan suatu pesawat udara sipil pada umumnya akan menuntut biaya yang besar, hal ini dari segi financial menuntut perusahaan penerbangan memanfaatken jasa lembaga pembiayaan yang akan membantu pengadaan pesawat udara dari segi pendanaannya. Eksistensi lembaga pembiayaan ini mendapat legitimasi dari perusahaan-perusahasn penerbangan. Dan bentuknya yang lazim dikenal dan dimanfaatkan oleh banyak perusahaen penerbangan adalah bentuk leasing, khususnya adalah finansial leasing, yang memberikan banyak keuntungan. Secara yuridis, setiap lembaga pembiayaan tersebut akan melahirkan lembaga jaminan yang akan dibebankan pada pesawat udara yang diperoleh melalui lembaga pembiayaan. Pada lembaga jaminan ini pun banyak hal-hal yang menarik dan perlu mendapat perhatian. Dan saat ini dikenal berbagai bentuk lembaga jaminan, yaitu; chattel mortgage, condition sale, dan equipment trust, hire-purchase, hipotek, fiducia dan leasing. Dari bentuk-bentuk tersebut ada yang lazim dan sesuai untuk dibebankan atas pesawat udara Indonesia sesuai dengan sistem hukum nasional Indonesia. Lembaga pengadaan, lembaga pembiayaan, lembaga jaminan atas pesawat udara dari sudut yuridis perlu mendapat perhatian para yuris terutama mengenai hal-hal essensial dalam suatu perjanjian/kontraknya. Terlebih lagi dalam perjanjian yang terdapat unsur asing (trans nasional) yang akan menjadi permasalahan baik dalam Hukum Udara Nasional maupun Internasional. Di dalam Undang-undang nomor S3 tahun 1958, tentang Penerbangan, belum mengatur dan, mengenal lembaga-lembaga tersebut. Hal ini perlu mendapat perhatian khususnya dari pembuat undang-undang sehingga dalam undang-undang penerbangan yang akan datang dapat mengatur tentang lembaga-lembaga tersebut, mengingat urgensinya dalam dunia penerbangan sipil Indonesia baik saat ini maupun di masa mendatang. |