Anda belum login :: 22 Nov 2024 23:30 WIB
Detail
ArtikelBudaya dan Perlakuan terhadap Homoseksual dan Implikasinya bagi Bimbingan dan Konseling  
Oleh: Hindradjat, Juliana
Jenis: Article from Proceeding
Dalam koleksi: Prosiding seminar internasional konseling Malindo-3, the heart and soul of counseling: a reflection, page 152-158.
Topik: Budaya; Homoseksual; Bimbingan dan Konseling
Ketersediaan
  • Perpustakaan PKPM
    • Nomor Panggil: 159.07 (061) PRO
    • Non-tandon: 1 (dapat dipinjam: 0)
    • Tandon: tidak ada
    Lihat Detail Induk
Isi artikelTemuan adanya perbedaan lintas-budaya dalam tingkat kemunculan dan riwayat gangguan, serta gangguan khas budaya, menjadi indikasi pentingnya budaya dalam membentuk perilaku abnormal. Skema klasifikasi termasuk DSM tidak mungkin dipakai untuk memahami sindrom terikat-budaya karena sudut pandang yang berbeda secara kualitatif. Budaya memberi bentuk, menentukan ekspresi gejala serta memunculkan gangguan khas budaya. Pengembangan penjangkaan dan perawatan psikologis perlu mempertimbangkan definisi kultur tentang moralitas dan sistem penyembuhan yang mendapat pengakuan kultural, serta pengaruhnya pada perilaku. Homoseksualitas tidak lagi dikategorikan sebagai suatu gangguan atau penyakit jiwa, ataupun sebagai deviasi seksual karena dianggap fenomena manifestasi seksualitas, berdasarkan pertimbangan, diantaranya kenyataan bahwa homoseksualitas dan heteroseksualitas bukanlah dua hal berbeda, melainkan manifestasi seksualitas manusia yang bersifat kontinum dimana penyebabnya bervariasi serta kontroversial. Sebagai negara berke-Tuhan-an Yang Mahaesa masyarakat Indonesia melakukan praktek keagamaan dinyatakan dalam pandangan, sikap, dan perilaku. Agama mayoritas, Islam dan Kristen, memandang homoseksual sebagai perilaku tidak wajar. Dengan demikian, individu beragam Islam dan Kristen yang homoseksual sepatutnya merasakan gangguan perasaan bersalah atau dosa karena adanya ketidaksesuaian antara perasaan, pikiran, maupun perilaku, dengan nilai-nilai agama yang dianut. Namun pengelompokkan homoseksual sebagai bukan gangguan jiwa dalam PPDGJ II, dapat menjadi landasan pembenaran diri yang pada akhirnya mempengaruhi adaptasi individu dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosial dan agamanya. Pesatnya perkembangan teknologi memungkinkan semakin berkembangnya homoseksual di Indonesia. Bukan mustahil homoseksualitas akan merambah usia sekolah. Apakah upaya konselor sekolah di Indonesia, yang masyarakatnya beraneka ragam suku, bahasa dan agama menyikapi hal ini?
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Kembali
design
 
Process time: 0.046875 second(s)