| Salah satu tujuan dibentuknya UU Narkotika adalah untuk menjamin upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika. Dengan adanya Pasal 127 UU Narkotika yang dikaitkan juga dengan Pasal 54 & 55 membuka peluang bagi hakim untuk dapat menjatuhkan putusan rehabilitasi bagi penyalah guna maupun korban penyalahguna narkotika. Walaupun faktanya masih banyak pecandu & penyalah guna narkotika yang tidak mendapat hak rehabilitasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Menurut LIPI, terdapat 5 kota dengan angka prevalensi narkoba tertinggi yaitu Medan, Yogyakarta, Samarinda, Surabaya, dan Bandung. Permasalahan – permasalahan tersebut mengerucut ke 2 rumusan masalah yang penulis ajukan yaitu: bagaimana implementasi pengaturan rehabilitasi pada UU nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika Pasal 127 yang dihubungkan dengan Pasal 54 & Pasal 55 serta bagaimana pelaksanaan kebijakan rehabilitasi terhadap penyalahgunaan narkotika di kota Bandung. Dari penelitian ini penulis melihat bahwa dalam penerapannya, ketentuan rehabilitasi masih belum terlaksana secara maksimal karena masih adanya faktor kriminalisasi dari aparat penegak hukum serta kurangnya fasilitas rehabilitasi di berbagai lembaga rehabilitasi. Walau begitu, di Bandung sendiri menurut penulis sudah cukup baik dalam menerapkan kebijakan rehabilitasi bagi pengguna narkotika di kota Bandung. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode gabungan dari metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris. |