Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 amandemen menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Salah satu unsur penting dalam Negara Hukum adalah proses hukum adil dan tidak memihak (due process of law), dimana setiap warga negara Indonesia mempunyai hak untuk mendapatkan keadilan secara hukum. Pengadilan Pajak merupakan Pengadilan yang ditugasi oleh Mahkamah Agung untuk memeriksa dan memutus sengketa Pajak, termasuk sengketa bea masuk dan bea keluar (Kepabeanan). Terdapat dua jalur penyelesaian sengketa yang diatur dalam UU Pengadilan Pajak yaitu Banding dan Gugatan. Sayangnya, Hakim Pengadilan Pajak selalu menolak memeriksa dan memutus permohonan Gugatan atas sengketa Kepabeanan dengan alasan UU Kepabeanan tidak mengatur upaya hukum Gugatan ke Pengadilan Pajak sehingga Pengadilan Pajak tidak berwenang memeriksa dan memutus sengketa Gugatan Kepabeanan. Sikap Hakim Pengadilan Pajak ini bertentangan dengan UU Kekuasaan Kehakiman yang mengatur bahwa Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas. Hakim boleh memeriksa dan memutus perkara atas hal yang belum diatur, asalkan tidak bertentangan dengan Undang-Undang. Untuk mengatasi ketidakpastian upaya hukum Gugatan atas sengketa Kepabeanan, diperlukan perubahan UU Kepabeanan dengan menambahkan Gugatan ke Pengadilan Pajak sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa. Sejalan dengan hal ini, perubahan UU Pengadilan Pajak juga perlu dilakukan khusunya pasal 31 ayat (3), dengan memasukkan sengketa kepabeanan sebagai salah satu wewenang Pengadilan Pajak untuk memeriksa dan memutuskannya supaya Hakim Pengadilan Pajak mempunyai rujukan dasar hukum yang jelas dan tidak ragu lagi memeriksa dan memutus permohonan Gugatan atas sengketa Kepabeanan yang diajukan oleh importir dan eksportir. |