Sesuai laporan Kementerian Ketenagakerjaan Indoensia, cukup banyak jumlah pekerja yang terlibat mogok kerja. Umumnya perkara mogok kerja yang mendapatkan putusan pengadilan hubungan industrial berakhir dengan pemutusan hubungan kerja. Menurut hukum ketenagakerjaan di Indonesia dan hukum internasional, mogok kerja diakui sebagai hak dasar pekerja, namun pelaksanaan hak mogok masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal memenuhi persyaratan administrasi dan prosedural yang ketat. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan untuk mengkaji bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang relevan dalam menganalisis konsep hak mogok kerja, persyaratan yang wajib dipenuhi agar mogok kerja dianggap sah, serta tantangan yang dihadapi pekerja dan serikat pekerja dalam melaksanakan hak mogok kerja berdasarkan UU No. 13/2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mogok kerja di Indonesia wajib dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan bipartit. Kepatuhan terhadap prosedur yang meliputi pemberitahuan tertulis dan bukti gagalnya perundingan bipartit sangat penting untuk memastikan legalitas mogok kerja. Penafsiran yang berbeda mengenai makna gagalnya perundingan masih menjadi sumber permasalahan dalam pelaksanaan mogok kerja. Analisis juga memperlihatkan meskipun ada perlindungan hukum terhadap mogok kerja, tantangan praktis seperti tekanan sosial, hambatan adminstrasi, dan kuranganya pemahaman mengenai prosedur yang benar menjadi kendala signifikan. Oleh karena itu diperlukan penyempurnaan peraturan dan pendidikan bagi pekerja dan serikat pekerja mengenai persyaratan mogok kerja yang sah. |