Penelitian ini membahas relevansi kompetensi relatif dalam perlindungan hukum terhadap pekerja laut dalam kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak, yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pekerja laut, yang sering beroperasi di perairan internasional dan berpindah-pindah tempat kerja, menghadapi tantangan tersendiri terkait perlindungan hukum mereka. Implementasi kompetensi relatif, yang mengatur wewenang pengadilan berdasarkan tempat tinggal tergugat, kadang tidak mempertimbangkan konteks mobilitas dan perpindahan pekerja laut. Perlindungan hukum bagi pekerja laut di Indonesia diatur oleh berbagai undang-undang, termasuk Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan-peraturan yang terkait dengan ketenagakerjaan maritim. Namun, implementasinya sering kali tidak konsisten, dan terdapat inkonsistensi yang dapat merugikan pekerja laut dalam mendapatkan hak-hak mereka. Permasalahan ini memperlihatkan pentingnya revisi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan untuk menciptakan kepastian hukum yang lebih baik bagi pekerja laut.Dalam konteks penyelesaian perselisihan hubungan industrial, terutama terkait dengan kasus PHK, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 memberikan kerangka kerja untuk menyelesaikan perselisihan melalui perundingan bipartit. Namun, proses ini sering kali tidak mencapai kesepakatan yang adil karena ketidaksetaraan kekuatan antara pengusaha dan pekerja laut. Situasi ini menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih fleksibel dan adaptif dalam menangani perselisihan yang melibatkan pekerja laut. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman lebih mendalam mengenai perlindungan hukum bagi pekerja laut di Indonesia, serta memberikan landasan bagi penyempurnaan kebijakan dan perundang-undangan untuk memastikan keadilan dan kesetaraan dalam hubungan perburuhan, khususnya dalam kasus PHK yang melibatkan pekerja laut. |