Hukuman mati merupakan sebuah bentuk hukuman yang banyak menimbulkan polemik dan pertentangan terkait praktiknya baik di Indonesia maupun negara lainnya. Banyaknya terpidana mati yang berada dalam masa tunggu eksekusi menjadi momok bagi sistem pemidanaan di Indonesia karena ketiadaan pengaturan yang pasti mengenai batas waktu bagi masa tunggu eksekusi pidana mati dan batas pengajuan upaya hukum, yang menyebabkan pelaksanaan eksekusi terpidana mati menjadi lama untuk dilaksanakan. Hal ini jelas-jelas tidak sesuai dengan asas kepastian hukum. Penelitian ini hendak membahas fenomena ketidakpastian deret tunggu eksekusi pidana mati dengan fokus pada dua masalah penelitian: (1) Bagaimana pengaturan pelaksanaan pidana mati di Indonesia setelah memperoleh kekuatan hukum tetap? (2) Apa faktor penyebab lamanya waktu pelaksanaan eksekusi terpidana mati di Indonesia? Jenis penelitian ini berbentuk yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KUHP yang berlaku saat ini belum mengatur terkait kapan waktu pasti pelaksanaan eksekusi terpidana mati setelah memperoleh kekuatan hukum tetap. Masa tunggu eksekusi terpidana mati di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk proses upaya hukum yang panjang, seperti banding, kasasi, dan peninjauan kembali, serta adanya aspek kemanusiaan yang turut mempengaruhi penundaan eksekusi, seperti hak terpidana untuk memenuhi permintaan terakhir dan kondisi kesehatan atau kehamilan. Meskipun pelaksanaan eksekusi dapat tertunda, keberadaan jalur hukum ini penting untuk memastikan hak-hak terpidana dipertimbangkan secara menyeluruh, mencerminkan prinsip keadilan dan hak asasi manusia. Pendekatan baru dalam KUHP Nasional yang akan berlaku pada 2026, yang memperkenalkan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun, menawarkan solusi lebih manusiawi dengan memberi kesempatan bagi terpidana untuk menunjukkan perubahan perilaku sebelum pelaksanaan eksekusi. |