Penelitian ini mengkaji konflik hukum yang muncul antara Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), Undang-Undang Penanaman Modal (UU PM), dan Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 2023 sebagai Peraturan Pelaksana Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN), terkait perbedaan dalam jangka waktu pemberian hak atas tanah di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN). Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan, penulis mengangkat dua rumusan masalah dalam penelitian ini. Pertama, bagaimana perbandingan pengaturan terkait kepemilikan hak atas tanah penanam modal asing antara UUPA, UUPM, dan UU IKN. Kedua, apakah UU IKN/PP No 12 Tahun 2023 di IKN sudah memberikan perlindungan hukum terhadap Penanam Modal Asing (PMA) dan masyarakat setempat terkait kepemilikan hak atas tanah di Ibu Kota Nusantara. Metode penulisan yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Kemudian, dianalisis dengan metode interpretasi sistematis dan gramatikal. Hasil pembahasan menyimpulkan bahwa perlindungan hukum bagi PMA di IKN belum sepenuhnya terpenuhi karena ketentuan jangka waktu hak atas tanah dalam UU IKN/PP No. 12 Tahun 2023 bertentangan dengan UUPA, UUPM, dan Putusan MK No. 21-22/PUU-V/2007, kewenangan Otorita IKN memberikan hak atas tanah menimbulkan potensi konflik kepentingan antar stakeholders dan konflik norma yang menyebabkan ketidakpastian hukum. Perlindungan hukum terhadap masyarakat di IKN dapat dilakukan melalui perlindungan hukum preventif dan represif yang sesuai dengan kondisi sosial serta peraturan yang berlaku. Disharmonisasi antara UUPA, UUPM, dan UU IKN/PP No 12 Tahun 2023 dapat diatasi dengan upaya pengharmonisasian, seperti revisi aturan, pengajuan uji materiil ke Mahkamah Agung, pembentukan peraturan yang menjamin hak-hak masyarakat adat, dan penguatan mekanisme koordinasi serta pengawasan. |