Kejuaraan Esport adalah salah satu industri di dunia modern yang menggunakan internet serta game online sebagai wadah para atlet profesional untuk saling bertaruh meraih kejuaraan. Diketahui bahwa usia pemain yang turut ikut serta dalam turnamen ini tidaklah hanya orang dewasa, namun juga termasuk para anak di bawah umur, yang ternyata memiliki kemampuan setara atau bahkan lebih dari para pemain dewasa. Melihat adanya begitu besar potensi yang ada dalam diri para pemain anak, tentunya membuat pengusaha/ perusahaan kemudian tertarik untuk merekrut para pemain anak untuk masuk ke dalam timnya. Untuk mendasari hubungan kerja dalam industri Esport, dibutuhkannyalah perjanjian kerja sama sama yang dibuat untuk mempertanggungjawabkan hak serta kewajiban para pihak. Namun sebagai anak yang masih di bawah umur, jelas kecakapan sebagai salah satu syarat dibuatnya perjanjian tidaklah ada dalam diri sang anak. Kemudian dengan adanya kenyataan bahwa belum adanya ketentuan hukum yang secara jelas ada mengatur dan mengakomodasi mengenai atlet Esport anak di bawah umur, status sang anak yang merupakan atlet/pemain Esport selaku mitra kerja sama yang masih di bawah umur kemudian menimbulkan adanya masalah hukum mengenai bagaimana bentuk keabsahan dari suatu perjanjian kerja sama sama yang ia buat bersama dengan perusahaan, serta bagaimana bentuk perlindungan hukum dapat diberikan kepada sang atlet Esport anak untuk mencegah tindak eksploitasi. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode yuridis empiris, sehingga penulisan berfokus pada sumber data yang didapatkan secara langsung dari objek penelitian, yaitu yang didapatkan melalui tahapan wawancara dengan narasumber yang memiliki keterkaitan dengan topik penulisan hukum penulis. Sumber data juga didapatkan melalui analisa dan studi kepustakaan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan dan literatur hukum terkait. Hasil penelitian menemukan bahwa keabsahan dari perjanjian antara atlet Esport anak dengan perusahaan pada dasarnya bisa dikatakan absah apabila yang menandatangani perjanjian adalah orangtua/ wali sang mitra anak, dan kemudian bentuk perlindungan hukum sudah diberikan melalui berbagai macam peraturan perundang-undangan yang ada, namun dalam pengaplikasiannya dibutuhkan pengawasan serta keikutsertaan secara langsung dari pihak orangtua/ wali terhadap jalannya perjanjian kerja sama yang dilaksanakan oleh sang anak. |