Sistem pembayaran sekarang ini semakin dipermudah karena sudah jarang sekali masyarakat yang menggunakan cash untuk transaksi jual beli mereka dan kemunculan e-commerce juga mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka. Namun hal tersebut memicu kejahatan baru terutama di e-commerce. Tindak kejahatan penipuan online akhir-akhir ini sering terjadi dikarenakan minimnya pengetahuan korban mengenai berbelanja dan bertransaksi elektronik di dunia maya, pemicu lainnya dikarenakan korban yang kurang mencari informasi mengenai toko yang akan dipilih untuk membeli produk yang diinginkan. Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Pihak e-commerce tentunya tetap bertanggung jawab atas masalah yang terjadi karena hal ini merupakan layanan dari mereka seperti Shopee yang diteliti dalam penulisan ini. Bentuk pertanggungjawaban pihak Shopee yang dapat diberikan yaitu fasilitas pelaporan masalah, memblokir toko yang melanggar, menahan dana penjual yang tidak mengirim barang tepat waktu, dan memberikan garansi kepada konsumen untuk barang yang rusak atau tidak sesuai. Pertanggungjawaban tersebut memang cukup membuat konsumen puas, namun ada kalanya kasus yang dihadapi korban melebihi batas tanggung jawab Shopee, sehingga konsumen dapat melaporkannya kepada pihak berwajib untuk menangani kasus tersebut berlandasan Pasal 378 KUHP dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Dengan 2 aspek perlindungan hukum yaitu hukum privat dan hukum publik. Selain dari penegak hukum, korban juga bisa mendapat perlindungan dari Lembaga perlindungan konsumen seperti Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. |