Pada tahun 2022, Rusia melancarkan invasi terhadap Ukraina, yang menyebabkan pelanggaran dan korban jiwa selama perang. Sebagai organisasi internasional yang mengacu pada penyelesaian konflik tanpa kekerasan, PBB harus berupaya mengatasi konflik tersebut dengan melibatkan diri sebagai pihak ketiga dalam mencari solusi. Salah satu opsi penyelesaian konflik ini adalah melalui gencatan senjata. Dalam metode gencatan senjata ada jalur diplomatis dan jalur kekerasan yang melibatkan bagian dari penyelesaian sengketa secara damai. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa secara diplomatis meliputi negosiasi, jasa-jasa baik, fact-finding, mediasi, dan konsiliasi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan, yang melibatkan bahan primer, sekunder dan tersier. Bahan primer diperoleh dari dokumen resmi PBB, resolusi, dan peraturan hukum internasional. Sementara, bahan sekunder mencakup literatur dan pendapat ahli terkait konflik Rusia-Ukraina. Bahan tersier meliputi bahan hukum pendukung. PBB dalam pengaturan gencatan senjata dapat menggunakan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa seperti mediasi dan konsiliasi. Dimana PBB dapat terlibat dalam penyelesaian sengketa sebagai pihak ketiga. Dalam mediasi, pihak ketiga berperan aktif dalam membantu pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui diskusi dan saran, tanpa memiliki wewenang untuk memutuskan hasil akhir. Konsiliator memberikan rekomendasi formal setelah melakukan investigasi dan mengumpulkan fakta, meskipun para pihak bebas menerima atau menolak rekomendasi tersebut. Dalam hal ini, PBB berperan dalam memberikan solusi yang aktif, jadi tidak sekedar memberikan nasehat, maka PBB mediasi dan konsiliasi. Pengaturan gencatan senjata oleh PBB melibatkan beberapa tahapan penting. Permasalahan hukum utama yang diidentifikasi meliputi hak veto Rusia di Dewan Keamanan PBB yang membatasi kemampuan PBB untuk bertindak efektif, kepatuhan terhadap hukum internasional yang dilanggar oleh invasi Rusia, pelaksanaan resolusi PBB yang sering kali kurang efektif tanpa dukungan DK PBB, serta dilema antara intervensi dan kedaulatan negara. Kedudukan Rusia sebagai anggota tetap DK PBB dengan hak veto menjadi tantangan tambahan dalam upaya penyelesaian konflik ini. |