Uang tidak hanya berfungsi sebagai alat tukar dalam transaksi ekonomi, tetapi juga memiliki makna simbolis dan emosional. Opini, kerangka berpikir, atau perasaan seseorang mengenai uang disebut sebagai money attitude. Seiring bertambahnya usia seseorang, makna uang menjadi semakin signifikan. Dewasa awal yang berusia 18 hingga 22 tahun umumnya masih bergantung dengan orang tua, tetapi kemudian mereka mulai dituntut independen dalam hal-hal yang berhubungan dengan uang. Orang-orang yang memasuki masa dewasa ini dihadapkan pada tantangan-tantangan terkait uang, khususnya mereka yang tinggal di Jabodetabek. Ancaman keuangan menjadi sumber stres finansial yang dapat berdampak negatif terhadap perkembangan selanjutnya dan kemudian mengarahkan pada kegagalan dalam hidup. Dengan urgensi tersebut, persepsi yang positif tentang kondisi finansial menjadi penting untuk diketahui. Evaluasi kognitif dan perasaan individu terhadap kondisi keuangannya sendiri adalah subjective financial well-being. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara money attitude dan subjective financial well-being pada dewasa awal di Jabodetabek. Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain korelasional. Penelitian ini melibatkan 152 partisipan dewasa awal yang diperoleh melalui teknik convenience sampling. Pengambilan data dilakukan dengan kuesioner yang berisi alat ukur New Money Attitudes Questionnaires dan Multidimensional Subjective Financial Well-being Scale. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi-dimensi money attitude dengan subjective financial well-being. Artinya, peningkatan pada money attitude diiringi juga dengan peningkatan subjective financial well-being. Temuan ini mengindikasikan bahwa money attitude berperan penting dalam subjective financial well-being seseorang. Dengan demikian, dewasa awal perlu memiliki pemahaman finansial dan manajemen keuangan yang lebih baik dalam mempersiapkan kemandirian finansial. |