Masa dewasa muda merupakan masa penting pembentukan identitas, termasuk orientasi seksual. Di Jakarta, homoseksualitas adalah topik kontroversial dalam masyarakat yang menjunjung tinggi agama, termasuk agama Kristen. Homoseksualitas mendapat penolakan dari masyarakat dan jemaat Kristen, menyebabkan konflik interpersonal seperti diskriminasi sosial dan konflik intrapersonal seperti cognitive dissonance (CD). Konflik berdampak buruk pada kesejahteraan fisik dan mental. Penelitian ini bertujuan menggambarkan konflik interpersonal dan intrapersonal pada dewasa muda homoseksual di Jakarta yang aktif berkegiatan keagamaan Kristen. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain fenomenologi interpretatif. Empat partisipan diwawancarai secara semi-terstruktur dan dianalisis dengan Interpretative Phenomenological Analysis. Hasil penelitian menunjukkan semua partisipan mengalami diskriminasi sosial dari komunitas keagamaan berupa penolakan, cemooh, penghakiman, dan pengucilan. Partisipan mengalami CD dan spiritual cognitive dissonance (SCD). CD terjadi karena ingin melindungi reputasi orang tua dari homoseksualitas. SCD meliputi konflik keyakinan bahwa homoseksualitas adalah dosa, pemahaman Firman Tuhan, dan usaha mengubah orientasi seksual melalui cara-cara keagamaan. Dampak negatif yang ditemukan termasuk kemarahan, kecemasan, ketidaknyamanan, ketidakpercayaan, pandangan negatif, rasa bersalah, stres, depresi, dan keinginan untuk bunuh diri. Dampak positif termasuk resiliensi dan penerimaan diri, pemahaman harga diri, kejujuran mengekspresikan diri, pertumbuhan pribadi dan kepercayaan diri, hubungan keluarga lebih baik, serta pertumbuhan spiritual. Penanganan konflik meliputi menghindar, tidak menginternalisasi, konfrontasi, isolasi, mencari dukungan, adaptasi, berhubungan dengan lawan jenis, pencegahan, kompromi, penguatan iman dan doa, serta penerimaan diri. Penelitian selanjutnya dapat mencakup individu yang belum come out atau in the closet dan mempertimbangkan keterbatasan snowball sampling yang dapat menimbulkan bias, serta memperhatikan waktu yang diperlukan untuk membangun hubungan baik dengan partisipan. |