Anda belum login :: 23 Nov 2024 18:02 WIB
Home
|
Logon
Hidden
»
Administration
»
Collection Detail
Detail
PERJANJIAN BAHASA ASING TANPA DISERTAI TERJEMAHAN BAHASA INDONESIA BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KUHPER) PASCA SEMA NOMOR 3 TAHUN 2023
Bibliografi
Author:
SUTJIAWAN, JENNIFER
;
Hutabarat, Samuel M.P.
(Advisor)
Topik:
Perjanjian Bahasa Asing
;
Terjemahan Bahasa Indonesia
;
SEMA Nomor 3 Tahun 2023
Bahasa:
(ID )
Penerbit:
Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Tempat Terbit:
Jakarta
Tahun Terbit:
2024
Jenis:
Theses - Undergraduate Thesis
Fulltext:
202005000109_Jennifer Sutjiawan_LembarAdministrasi..pdf
(332.47KB;
3 download
)
Jennifer Sutjiawan_Undergraduated Thesis_2024..pdf
(1.38MB;
6 download
)
Abstract
(E) Globalisasi memberi peluang bagi masyarakat Indonesia untuk mengadakan hubungan hukum dengan subjek hukum asing. Hubungan hukum tersebut kemudian dirumuskan kedalam bentuk perjanjian bahasa asing. Sebagai respon atas fenomena tersebut, negara Indonesia merumuskan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 jo. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 yang mengatur mengenai kewajiban pencantuman terjemahan bahasa Indonesia dalam perjanjian bahasa asing. Walaupun demikian, tidak ditemukan konsekuensi hukum bagi pelanggar. Ketidakadaan sanksi/konsekuensi hukum mengakibatkan hakim dituntut untuk melakukan penemuan hukum (rechtsvinding) melalui penafsiran hukum. Interpretasi hukum bersifat abstrak, dimana penafsiran hukum antara hakim bisa berbeda sehingga berpotensi menimbulkan inkonsistensi putusan pengadilan mengenai perkara perjanjian bahasa asing tanpa terjemahan bahasa Indonesia. Pada 23 Desember 2023, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2023 yang menuai pro dan kontra mengenai Rumusan Pleno Kamar Perdata bagian Perdata Umum. Rumusan tersebut dinilai telah bertentangan dengan UU Nomor 24 Tahun 2009 jo. PERPRES Nomor 63 Tahun 2019 dan menjadikan unsur itikad baik para pihak dalam perjanjian sebagai pengecualian pemberlakuan kewajiban pencantuman terjemahan bahasa Indonesia dalam perjanjian bahasa asing. Dalam menjawab permasalahan penelitian yang diangkat, Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan meneliti bahan hukum sekunder. Berdasarkan hasil analisa Penulis, SEMA Nomor 3 Tahun 2023 merupakan pengaturan lanjutan atas Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 jo. Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019, sehingga kedudukannya tidak menyimpangi peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Selanjutnya, unsur itikad baik dalam rumusan SEMA Nomor 3 Tahun 2023 bukan merupakan pengecualian pemberlakuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 jo. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019. Itikad baik dalam kenyataannya sudah mencakup syarat keempat sah nya perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata dimana itikad baik harus dimiliki para pihak pada tahap pra kontrak sampai dengan berakhirnya perjanjian. Dengan demikian, SEMA Nomor 3 Tahun 2023 membawa konsekuensi hukum bahwa perjanjian bahasa asing yang tidak mencantumkan bahasa Indonesia tetap dinyatakan sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak dalam perjanjian, selama perjanjian tersebut dibuat dan dilaksanakan dengan adanya itikad baik dari para pihak.
Opini Anda
Klik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!
Lihat Sejarah Pengadaan
Konversi Metadata
Kembali
Process time: 0.171875 second(s)