Kekerasan seksual terhadap anak-anak di Indonesia, khususnya di lingkungan pendidikan informal berbasis agama seperti pondok pesantren, merupakan isu kritis yang memerlukan perhatian hukum yang serius. Kasus-kasus seperti yang dilakukan oleh pendidik dan pemilik pesantren terhadap santriwati di bawah umur mengindikasikan adanya kebutuhan mendesak akan perlindungan hukum yang lebih efektif dan penanganan kasus yang lebih baik. Masalah penelitian yang dibahas yaitu bagaimana penerapan perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan seksual ditempat pendidikan informal berbasis agama khususnya pondok pesantren dan apa faktor penghambat dalam penanganan kasus kekerasan seksual di tempat pendidikan informal berbasis agama khusunya pondok pesantren. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris dengan penekanan yuridis normatif meliputi analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang relevan, studi pada contoh kasus yang terjadi, serta penerapan konsep-konsep hukum untuk mendukung analisis. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa penerapan perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan seksual di tempat pendidikan informal berbasis agama khususnya pondok pesantren di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, perubahan atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002, telah dapat melindungi anak korban kekerasan seksual. Namun, terdapat faktor penghambat pelaksanaannya, seperti kesulitan korban untuk terbuka mengenai pengalaman traumatis mereka, faktor ekonomi, serta kurangnya kesadaran dan edukasi mengenai kekerasan seksual di kalangan pendidik, siswa, dan masyarakat sekitar lembaga pendidikan informal berbasis agama. |