Wilayah perairan Indonesia yang sangat luas menghadirkan sumber daya alam yang potensial. Ditinjau dari perspektif ekonomi, lingkungan, sosial-budaya, hukum dan keamanan kawasan maritim dan kelautan menjadi sangat strategis bagi Indonesia. Salah satu kepulauan di Indonesia yang wilayah perairannya memiliki keanekaragaman hayati yang indah yakni bertempat di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali yang saat ini ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Dikarenakan potensi kekayaan bahari yang dimilikinya, membuat banyak nelayan lokal dan dari luar melakukan kegiatan penangkapan ikan secara illegal. Terdapat sebuah fakta bahwa penangkapan pelaku tindak pidana perikanan pada KKP Nusa Penida berawal dari laporan masyarakat sekitar. Fakta tersebut menjelaskan bahwa masyarakat sangat berperan penting dalam membantu aparat penegak hukum dalam menanggulangi tindak pidana perikanan KKP Nusa Penida. Dengan demikian, sebagai upaya preventif dalam menanggulangi permasalahan tindak pidana perikanan di Nusa Penida, peran masyarakat sebagai model criminal policy berbasis pentahelix perlu dioptimalkan melalui peran “pecalang” dalam konteks jagabaya (jaga bahaya). Rumusan masalah yang akan penulis bahas adalah terkait Bagaimana kedudukan hukum Pecalang dalam penegakkan hukum atas UndangUndang Perikanan terkait tindak pidana Illegal Fishing di Bali. Metode penelitian yang penulis gunakan merupakan riset hukum (yuridis) yang dalam hal ini sifatnya normatif. Dalam penulisan penelitian ini penulis menemukan bahwa belum ada ketentuan normatif baik itu Undang-Undang ataupun regulasi yang secara khusus menempatkan pecalang dalam keanekaragaman penanganan Illegal Fishing. Saran yang penulis bisa berikan adalah kerja sama antar lembaga hukum di Indonesia harus semakin dikembangkan, karena hal ini merupakan salah satu faktor yang menentukan efektivitas penegakan hukum terhadap tindakan ikan Illegal Fishing |