Permasalahan munculnya sengketa tanah terhadap tanah yang sudah bersertifikat telah menjadi permasalahan umum di masyarakat. Mengacu pada Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, yang menyatakan bahwa sertifikat atas tanah berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, namun memiliki sertifikat fisik belum menjamin keamanan dari klaim hak oleh pihak lain. Ketidakjelasan akan klaim kepemilikan yang dinyatakan oleh pemegang sertifikat lainnya atas tanah yang sama sehingga menimbulkan status sengketa ganda atas sebuah objek tanah, mendorong Penulis untuk menguraikan kedudukan hukum para pihak terhadap objek perkara, akibat hukum yang ditimbulkan, pembuktian kepemilikan dari tanah tersebut, serta pertanggungjawaban bagi pihak yang dirugikan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah library research dimana sumber yang digunakan adalah berupa sumber-sumber bacaan tertulis yang relevan untuk menjawab permasalahan. Hasil akhir dari penulisan ini diharapkan dapat menjawab keresahan masyarakat dan dapat memberikan informasi mengenai pentingnya status kepemilikan hak atas tanah untuk menciptakan kepastian hukum bagi pemiliknya. Di samping itu, penting untuk memahami bahwa perjanjian jual beli atas suatu objek haruslah dipastikan telah dilakukan oleh pihak yang berhak untuk melakukan tindakan hukum berupa jual beli atas tanah tersebut. Dalam penyelesaian sengketa pertanahan, penting untuk mengupayakan penyelesaian sengketa yang bersifat menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kementerian ATR/BPN juga menjadi pihak penting yang menentukan penyebab dari terjadinya tumpang tindih sertifikat dan munculnya klaim kepemilikan atas tanah dari beberapa pihak. Penulisan ini diharapkan dapat mendorong Kementerian ATR/BPN, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan pihak-pihak yang berwenang dalam mengurus Pendaftaran Tanah untuk meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan pertanahan untuk mencegah terjadinya sengketa di kemudian hari. |