Anda belum login :: 17 Feb 2025 14:41 WIB
Detail
ArtikelMengenali Tantangan Dan Gagalnya Ekonomi Hijau  
Oleh: Situmeang, John
Jenis: Article from Journal
Dalam koleksi: The Ary Suta Center series on Strategic Management vol. 18 (Jul. 2012), page 11-26.
Topik: Perubahan Iklim; Lingkungan Hidup; Ekonomi Hijau; Ekonomi Karbon Rendah; Pembangunan Berkelankutan; Dimensi Ekonomi; Sosial dan Lingkungan
Ketersediaan
  • Perpustakaan Pusat (Semanggi)
    • Nomor Panggil: AA75.1
    • Non-tandon: 1 (dapat dipinjam: 0)
    • Tandon: tidak ada
    Lihat Detail Induk
Isi artikelDunia dewasa ini menghadapi krisis lingkungan. Dunia sedang mengalami proses perubahan iklim. Di mana saja di dunia ini orang-orang dipengaruhi perubahan iklim global, regional, dan lokal. Perubahan iklim ternyata memberi impak pada kehidupan ekonomi, kehidupan sosial, dan perubahan lingkungan pada umumnya. Kondisi lingkungan di wilayah ibukota Jakarta, misalnya, memperlihatkan "on the surface" tentang gejala yang merupakan akibat perubahan iklim. Bagaimana keadaan di ibukota? Wisatawan luar negeri yang berkunjung ke Jakarta memberi kesan tentang kekecewaan mereka dalam berbagai hai. Polusi udara berupa debu dan asap mobil dan asap industri, menyesakkan hidung, tenggorokan dan paru-paru. Polusi air yang ditandai oleh kali yang jorok dan kental hitam pekat. Kemacetan yang parah di hampir semua kawasan kota. Keadaan lingkungan hidup seperti inilah yang kita alami sehari-hari. Hidup sesak. Dan kondisi sesak demikian ini mempengaruhi sikap dan gaya hidup masyarakat menjadi egois tidak menghargai toleransi satu terhadap yang lain, misalnya tidak ada budaya antri lalu-lintas, melainkan adu serobot, aksi-aksi kekerasan dan sebagainya. Tidak mengherankan ketika wisatawan mancanegara mewartakan dan mencap Jakarta sebagai salah satu kota "top ten " yang sangat dibenci di seluruh dunia. Pertumbuhan mal dan pusat-pusat perbelanjaan yang ada di antaranya dibangun tanpa amdal, dan gedung-gedung bertingkat tinggi yang bertebaran di seluruh Jakarta, sebagai simbol kemajuan modem, menjadi tertutup oleh kesan-kesan kekumuhan lingkungan di "spot-spot" sembarangan, pengemis-pengemis yang menjaring uang receh di setiap simpang jalan mencerminkan kemiskinan bangsa, dan pengangguran yang luas dan nyata. Ini adalah gambaran kondisi yang kelihatan di permukaan. Di bawah permukaan, keadaan yang mendalam ("underlying condition") sesungguhnya adalah ibukota kita telah menjadi korban perubahan iklim. Pembangunan ekonomi Indonesia kurang membawa kesejahteraan umum yang sejuk dan layak karena terfokus pada "économie growth rate " yang terpusat pada rumus dan tuntutan pasar. Kondisi ekonomi hijau yang sejuk dan layak masih harus kita usahakan dan perjuangkan lebih kencang. Di tengah-tengah kepemimpinan negara yang menegaskan bahwa kita sedang mengalami kemajuan ekonomi, dengan menyorot angka GDP growth rate yang mencengangkan negara-negara maju, ternyata masyarakat menderita karena ekonomi hijau yang gagal. Skenario yang diungkapkan di atas itu adalah refleksi dari dampak perubahan iklim dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdampak merusak lingkungan (kerusakan alam karena pengurasan hutan dan tambang, transportasi yang menyembulkan gas beracun karbon monoksida, dan sebagainya). Tulisan ini mencoba menyorot kebijakan-kebijakan ekonomi hijau ("green economy policies ") secara umum— dengan menfokuskan dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan— dengan tujuan untuk digunakan sebagai tolok ukur dan sekaligus sebagai penyuluh penetapan strategi-strategi dasar pembangunan berkelanjutan lingkungan dan "berkarbon rendah, " menuju lingkungan hidup yang lebih baik dan lebih layak.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Kembali
design
 
Process time: 0.015625 second(s)