Pada umumnya, formasi keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak, yang di mana masing-masing memiliki perannya. Namun, seiring dengan berkembangnya jaman, konsep ibu tunggal muncul, yang berarti ibu bertanggung jawab sendiri dalam mengurus keluarga. Penyebabnya bermacam-macam, seperti suami meninggal dunia, bercerai, atau mengabaikan keluarganya. Kehilangan pasangan membuat seorang ibu tunggal harus mengurus segala yang ada di keluarga sendiri, termasuk bekerja untuk menafkahi keluarga dan merawat anak. Dalam mengemban kedua peran di keluarga dan pekerjaan, ibu tunggal cenderung lebih beresiko mengalami konflik yang mengganggu dari peran satu ke yang lainnya. Oleh karena itu, ibu tunggal diasumsikan perlu untuk mampu berdinamika dengan baik di pekerjaan dan mengatur emosi sehingga permasalahan dari salah satu peran tidak tercampur dengan peran yang lainnya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian korelasional prediksi, dengan partisipan ibu tunggal yang bekerja dan memiliki setidaknya seorang anak. Emotion-regulation, career adaptability, dan work-family conflict diukur dengan menggunakan skala Emotion Regulation Questionnaire (ERQ), Career Adapt-Abilities Scale (CAAS), dan Work-Family Conflict Scale (WFCS). Jumlah partisipan yang didapatkan adalah sebanyak 60 orang di mana terdapat 40 ibu tunggal dengan usia 45-65 tahun dan sisanya berusia 25-44 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran Google Forms dengan teknik convenience sampling. Analisis kuantitatif yang digunakan adalah uji regresi, di mana hasil yang didapatkan adalah career adaptability dan emotion regulation dapat berpengaruh secara signifikan pada work-family conflict ibu tunggal dengan b1 sebesar -0.728 dan b2 0.499. Ditemukan juga bahwa career adaptability berpengaruh secara signifikan terhadap work-family conflict ibu tunggal. Temuan terakhir pada penelitian ini adalah emotion regulation tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Melalui penelitian ini, dapat diketahui bahwa untuk mengurangi konflik di antara peran pada pekerjaan maupun keluarga, seorang ibu tunggal membutuhkan pelatihan peningkatan kemampuan individu dalam menyelesaikan tugas biasa maupun di yang akan datang. |