| Sejak pandemi COVID-19 berangsung, banyak perusahaan di seluruh dunia, termasuk Indonesia yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. Pada akhir tahun 2022, fenomena tersebut semakin didorong oleh isu resesi global di tahun 2023. PHK secara massal tidak hanya memengaruhi psychological well-being karyawan yang mengalaminya, tetapi juga karyawan yang masih aktif bekerja pada perusahaann terkait. Beberapa penelitian terdahulu menjelaskan bahwa hal tersebut terjadi karena situasi yang tidak pasti akan hubugan kerja mereka di masa depan menimbulkan perasaan khawatir, demotivasi, kesulitan tidur, dan marah tanpa alasan yang jelas. Self-compassion menekankan pada sikap menyayangi diri sendiri, menerima ketidaksempurnaan manusia, dan menerima emosi negatif yang dirasakan tanpa terhanyut di dalamnya. Self-compassion dianggap sebagai sebuah strategi adaptif dalam mempromosikan kesejahteraan dan fungsi psikologis yang positif di masa-masa sulit. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional. Sampel penelitian ini sebanyak 101 karyawan aktif di Jakarta yang perusahaan tempat mereka bekerja sedang atau dalam enam bulan telah melakukan pemutusan hubungan kerja secara massal. Pengumpulan sampel dilakukan dengan menggunakan non-probability sampling, yaitu convenience sampling. Penelitian ini menggunakan alat ukur the self-compassion scale dan the scale of psychological well-being. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan Spearman’s correlation. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan secara positif antara self-compassion dan psychological well-being karyawan di perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (r = 0.821, p < 0.05). Hasil analisis tambahan dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa self-compassion memiliki hubungan yang signifikan secara positif dengan semua dimensi penyusun psychological well-being. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan teknik pengumpulan data dan subjek penelitian yang berbeda. |