Penelitian-penelitian sebelumnya terkait emotional eating dan expressive suppression memiliki hasil yang berkontradiksi. Emotional eating sendiri adalah sebuah fenomena yang terjadi karena individu tidak dapat mengatasi emosi negatifnya dan melihat makan merupakan sebuah cara untuk menghadapi situasi stres. Fenomena ini seringkali ditemui di usia muda, salah satunya dewasa awal. Hal ini dikarenakan dewasa awal dilihat sebagai periode yang kritikal, penuh dengan ketidakstabilan, serta transisi kehidupan. Transisi ini juga tidak diimbangi oleh strategi regulasi emosi yang adaptif karena individu dewasa awal belum memiliki kestabilan emosi. Salah satu strategi regulasi emosi maladaptif yang sering dilakukan adalah expressive suppression. Expressive suppression akan mensupresi emosi namun tidak mengurangi negativitas dari emosi tersebut. Berdasarkan hal ini, hipotesis penelitian ini adalah hubungan antara emotional eating dan expressive suppression pada individu dewasa awal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain korelasional. Penelitian ini melibatkan 120 individu berusia 18-25 tahun dan tidak memiliki gejala Binge Eating Disorder. Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi kuesioner online, terdiri dari Dutch Eating Behaviour Questionnaire (DEBQ) dan Emotion Regulation Questionnaire (ERQ). Pearson correlation digunakan sebagai teknik analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara emotional eating dengan expressive suppression (r =.458). Penelitian ini juga memiliki hasil tambahan seperti rasa bosan dan stres merupakan pemicu utama dari perilaku emotional eating, serta makanan pedas yang juga menjadi pilihan individu saat melakukan emotional eating. |