Penulisan Hukum ini membahas terkait pertanggungjawaban pidana Terdakwa Bharada E dalam Peristiwa penembakan Brigadir J. Tindak pidana pembunuhan diatur dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang kemudian terdapat dua unsur di dalamnya, yaitu unsur subjektif dan objektif. Dalam unsur subjektif, maka tindak pidana pembunuhan harus didasarkan atas adanya kesengajaan dari pelaku. Sedangkan pada unsur objektif, terdapat perbuatan merampas nyawa orang lain. Sebagai delik materiil, seseorang baru dapat dikatakan telah melakukan suatu tindak pidana pembunuhan ketika akibat yang dilarang timbul, yaitu kematian. Dalam peristiwa penembakan Brigadir J, Terdakwa Bharada E tidak memenuhi unsur subjektif dikarenakan perbuatannya tidak didasarkan atas kehendaknya. Namun perbuatannya didasarkan atas kehendak orang lain, yaitu FS yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang jauh lebih tinggi darinya. Dengan adanya dorongan dan tekanan psikis tersebut, Terdakwa Bharada E melayangkan tembakannya sebagai bentuk dari daya paksa (overmacht) yang merupakan bentuk dari alasan pembenar. Maka, sebagai bentuk dari alasan pembenar, sifat melawan hukum dalam Terdakwa Bharada E menjadi hilang dan tidak dapat dipidana. Selain unsur subjektif, Terdakwa Bharada E tidak memenuhi unsur objektif pada Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dikarenakan dengan ditinjau dari ajaran kausalitas, yaitu dalam hal ini menggunakan ajaran mengindividualisasi dan adekuat objektif yang memandang hanya terdapat satu penyebab atas akibat yang timbul. Penyebab ini adalah penyebab yang paling dominan atau paling mendekati dari akibat yang timbul tersebut. Kematian Brigadir J tidak didasarkan atas tembakan yang dilayangkan Terdakwa Bharada E, namun atas tembakan FS. Dengan demikian, Terdakwa Bharada E tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. |