Setiap tahunnya, kebutuhan konsumsi listrik masyarakat Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Demi mengakomodasi kebutuhan ini, pemerintah menargetkan program elektrifikasi 100% dan bauran energi yang dieksekusi dengan penambahan fasilitas pembangkit listrik, khususnya yang berbasis energi terbarukan. Untuk itu, kehadiran skema PPP menjadi solusi atas funding gap yang timbul antara kesenjangan ketersediaan APBN dan anggaran proyek yang bernilai fantastis.
Kredibilitas skema PPP telah terbukti sebagai mekanisme penyediaan proyek infrastruktur yang baik, namun implementasinya di Indonesia melalui Perpres 38/2015 tentang KPBU masih terhambat oleh sejumlah isu regulasi dan praktis. Hambatan dalam keberlakuan kerangka regulasi PPP bukan hanya mengakibatkan keterlambatan pelaksanaan proyek, namun juga menurunkan daya tarik sektor ketenagalistrikan Indonesia di mata investor nasional dan internasional.
Maka, penulis menilai adanya urgensi untuk penguatan regulasi PPP sehingga dapat meningkatkan investasi untuk pemenuhan kebutuhan pendanaan pembangunan infrastruktur. Selain itu, pemerintah juga harus berupaya meningkatkan insentif investasi, menyesuaikan tarif listrik, dan melakukan harmonisasi regulasi untuk meningkatkan daya tarik investasi proyek pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengulas lebih dalam terkait permasalahan kerangka regulasi PPP di sektor ketenagalistrikan agar dapat memberikan rekomendasi untuk menjamin implementasi skema PPP yang mendorong iklim investasi sehat. Kajian ini disusun dengan metode penelitian yuridis-normatif yang memanfaatkan sumber hukum sekunder, seperti buku, artikel (baik jurnal maupun skripsi), peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, maupun sumber lain yang dapat diperoleh melalui internet. Arah penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis dan perundang-undangan yang disusun secara sistematis untuk memperoleh hasil yang komprehensif. |