Tulisan membahas mengenai kedudukan klien yaitu Jason sebagai anak luar kawin yang diakui dalam pewarisan ibunya (Carol) dan neneknya (Emma). Permasalahan muncul ketika kehendak Jason untuk mewaris atas seluruh harta peninggalan Carol, dan mewaris atas harta peninggalan Emma sebagai ahli waris yang menggantikan kedudukan Carol yang meninggal lebih dahulu daripada Emma; ditolak oleh keluarga sedarah ibunya. Permasalahan juga timbul karena adanya gugatan perdata terhadap Carol sebelum Carol meninggal dunia, dan mengenai pembagian warisan karena terdapat harta kekayaan sebagai objek hibah dan objek perjanjian nominee. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini ialah yuridis normatif. Keberadaan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan, sebagaimana didukung oleh pendapat ahli, menggeser norma dalam KUHPer, yaitu adanya hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya menyebabkan pembedaan anak luar kawin yang diakui dan anak sah sudah tidak relevan, karena memberikan konsekuensi logis bahwa semua anak merupakan anak sah terhadap ibu dan keluarga ibunya, sehingga dapat disimpulkan bahwa Jason berhak mewaris seluruh harta peninggalan Carol, dan dapat bertindak sebagai ahli waris pengganti. Hal ini juga didukung dengan adanya preseden yang tidak membedakan bagian harta warisan antara anak luar kawin yang diakui dan anak sah, serta memberikan hak untuk menjadi ahli waris pengganti. Selain itu, berdasarkan hak saisine dan yurisprudensi, Jason bertanggungjawab untuk menggantikan kedudukan Carol sebagai tergugat, dan terikat untuk menjalankan isi putusan pengadilan, termasuk pembayaran utang. Adanya hibah kepada ahli waris mewajibkan ahli waris tersebut melakukan inbreng agar pembagian menjadi adil dan merata. Selain itu, harta yang menjadi objek perjanjian nominee merupakan hak ahli waris, dikarenakan perjanjian nominee dengan WNA adalah batal demi hukum, dan pemilik adalah orang yang namanya tercantum dalam sertifikat. |