Emerging adulthood menggunakan media sosial dan online monitoring sebagai cara mempertahankan relasi romantis, namun di sisi lain terdapat dampak negatif seperti ancaman terhadap otonomi. Individu disebut korban online monitoring ketika mulai merasa pasangan berkurang perhatian dan niat, lebih mengontrol, serta komunikasi secara berlebihan dan cenderung cemas. Emerging adulthood perlu belajar mempertahankan otonomi sebagai prasyarat mencapai keintiman relasi romantis. Otonomi merupakan kapasitas menyuarakan keyakinan dan pengaturan diri yang digambarkan lebih luas pada domain kognisi, emosi dan perilaku. Peneliti bertujuan memahami gambaran otonomi pada korban online monitoring saat menjalani relasi romantis di usia emerging adulthood. Penelitian ini merupakan kualitatif fenomenologi deskriptif dengan wawancara semi terstruktur kepada tiga partisipan. Partisipan berusia 19-21 tahun, domisili di Jakarta dan Bogor, serta sedang berkuliah juga bekerja. Partisipan saat ini tidak menjalin relasi romantis, pernah menjalin relasi romantis selama satu sampai tiga tahun, dan mengalami perilaku seperti diperiksa akun secara berlebihan, dituntut kata sandi akun, dikontrol akun temannya, dihapus mantan pasangannya dari akun, diperiksa profil secara teratur, dilihat profil dengan kecurigaan, dipantau aktivitas akun, serta temannya didekatkan untuk mempermudah pemantauan. Peneliti menggunakan purposeful dan maximal variation sampling untuk memilih partisipan, thematic analysis untuk menganalisa data, serta member checking untuk memastikan keakuratan data dengan meminta partisipan memeriksanya. Hasil menunjukkan partisipan tidak memiliki kebebasan bertindak dan kesetaraan hak dengan pasangan, namun tetap dapat mengembangkan diri dan mencapai tujuan pribadi. Partisipan secara keseluruhan kurang mampu menyuarakan pendapat dan mengatur diri sesuai keinginannya. Peneliti menemukan tema yang dimaknai partisipan terkait perkembangan otonomi yaitu, dukungan orang terdekat, jenis media sosial, serta gender. |