Akses informasi merupakan suatu kebutuhan pokok yang diperlukan bagi setiap orang dalam kehidupan berdemokrasi. Pers hadir untuk memberikan kebutuhan tersebut. Ketika menjalankan tugas dan kewajibannya dalam membuat suatu informasi khususnya berita hukum pidana, pers dilindungi dalam menjalankan kebebasannya dengan tetap memperhatikan asass dan hukum yag berlaku dalam proses peradilan pidana. Penulis mengambil permasalahan dari fenomena yang ada: Bagaimana kebebasan pers Ketika memuat kasus berita hukum pidana dan Bagaimana pertanggungjawaban pers dalam pemberitaan tersangka dikaitkan dengan status praduga tak bersalah? Metode penelitian yang dilakukan menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat kualitatif melalui studi pustaka seperti undang-undang, buku, jurnal, dan pendapat ahli. Kebebasan pers telah dilindungi langsung oleh beberapa ketentuan. Namun dalam menjalankan tugasnya ketika memebritakan kasus pidana terdapat pelanggaran terhadap beberapa asas hukum yang berlaku dalam proses peradilan pidana. Beberapa batasan yang harus ditaati pers ketika menjalankan kegiatan jurnalisnya meliputi batasan terkait asas praduga tak bersalah yang mengacu dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999, dan batasan terkait hak privasi yang mengacu dalam Undang-Undang Dasar 1945 tepatnya dalam Pasal 29 G ayat (1), batasan terkait ketertiban umum yang mengacu dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946. Batasan-batasan ini lah yang harus ditaati oleh pers dalam menjalankan kegiatan jurnlisnya dan dalam membuat suatu berita. Ketika pers melanggar batasan-batasan di atas maka ada dua mekanisme pertanggungjawaban yang dapat dilakukan. Pertama, pihak yang dirugikan atas suatu pemberitaan menggunakan hak jawab. Kedua, jika hak jawab tidak dimuat, pihak yang dirugikan melaporkan melalui gugatan perdata atau tuntutan pidana. |