Di masa pandemi COVID-19, tenaga kesehatan di klinik pratama memiliki banyak tuntutan seperti melayani pasien di tengah pandemi, menggunakan APD, menjalani shift kerja 24 jam. Di samping itu, tenaga kesehatan juga dihadapkan dengan tantangan selama bekerja seperti ketakutan akan tertular COVID-19, mengalami pengurangan gaji akibat penurunan jumlah pasien, keterbatasan tenaga di klinik. Banyaknya tuntutan yang dimiliki dapat memicu stres kerja. Untuk menangani stres kerja yang dialami, perlu dilakukan strategi coping yang tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran stres kerja dan strategi coping pada tenaga kesehatan di klinik pratama selama pandemi COVID-19. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif fenomenologis. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jenis criterion sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara semi- structured secara daring melalui video call. Partisipan penelitian berjumlah empat orang yang merupakan tenaga kesehatan yang melakukan kontak langsung dengan pasien, bekerja di klinik pratama, dan menjalani shift kerja 24 jam. Kredibilitas penelitian dipastikan dengan metode member checking, yaitu memberikan transkrip wawancara kepada partisipan untuk diperiksa. Stres kerja pada tenaga kesehatan di klinik pratama ditinjau berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Colquitt dkk. (2018). Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja dipicu oleh berbagai stressor. Faktor yang berkontribusi pada work challenge stressor mencakup: khawatir akan tertular COVID-19 oleh pasien, menghadapi ketidakjujuran pasien, menggantikan rekan kerja yang terinfeksi COVID-19, menjalani shift kerja 24 jam, menggunakan APD menimbulkan ketidaknyamanan, dan kurangnya APD yang tersedia di klinik. Faktor yang berkontribusi pada work hindrance stressor adalah merasa tidak mampu memenuhi harapan pasien, tidak bisa melayani pasien dengan kondisi berat akibat keterbatasan fasilitas, mengalami perbedaan harapan dengan pasien, tuntutan untuk mengerjakan beberapa tugas sekaligus, kurangnya informasi saat bekerja, keterbatasan tenaga yang bekerja di klinik, dan kewalahan menangani pasien saat jumlah kasus memuncak. Faktor yang berkontribusi pada non work hindrance stressor adalah terinfeksi COVID-19, stigma sebagai pembawa virus oleh lingkungan sekitar, dibatasinya aktivitas akibat social distancing, dan keadaan finansial terdampak dari pandemi. Untuk menangani stressor, tenaga kesehatan menggunakan lebih dari satu strategi coping. Berdasarkan teori strategi coping oleh Carver (1997) ditemukan bahwa tenaga kesehatan paling sering menggunakan strategi problem focused coping. Namun, tenaga kesehatan juga menggunakan strategi emotion focused coping dan dysfunctional coping. |