Notaris adalah pejabat yang diangkat untuk membuat alat bukti otentik dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Beberapa kewajiban Notaris diantaranya yaitu membuat akta otentik dan menyimpan minuta akta. Berdasarkan pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UU No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris), bahwa Notaris harus membacakan akta tersebut di hadapan penghadap dan para saksi. Namun sampai saat ini, belum adanya kejelasan yang pasti mengenai frasa “di hadapan” tersebut. Apakah frasa “di hadapan” tersebut selalu dimaknai dengan pertemuan fisik secara langsung, atau dapat dimaknai juga pertemuan melalui video conference. Kemudian, setiap akta yang dibuat oleh Notaris wajib disimpan minuta akta yang merupakan bagian dari protokol Notaris. Namun, kenyataannya seringkali minuta akta tercecer disebabkan banyak hal, seperti kantor berpindah, kurang bertanggungjawabnya karyawan kantor Notaris, kebakaran dan bencana alam (force majour). Metode penelitian yang penulis gunakan untuk penulisan hukum ini adalah metode yuridis normatif yang berdasarkan penelitian kepustakaan dengan jenis data sekunder, yaitu perundang-undangan, buku- buku, juga literatur. Kesimpulan dari penulisan ini adalah bahwa sampai sekarang, pembacaan akta secara elektronik dan penyimpanan minuta secara elektronik di Indonesia masih belum ada legalitasnya. Walaupun dalam prakteknya, sudah banyak Notaris yang membacakan akta secara elektronik juga menyimpan minuta secara elektronik namun tetap saja masih hal tersebut masih belum memperoleh landasan hukum yang kuat, sehingga belum memberikan jaminan kepastian hukum mengingat kendala yuridis yang masih dihadapi oleh Notaris. Sehingga dibutuhkannya perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris terkait dengan pemberlakuan E-Notary di Indonesia. |