Asuransi merupakan pertanggungan pengalihan resiko yang sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka. Asuransi di Indonesia merupakan suatu perjanjian yang dilakukan oleh Tertanggung dengan suatu Perusahaan Asuransi. Dahulu perjanjian asuransi berbentuk perjanjian baku yang konvensional dimana untuk membuat perjanjian tersebut para pihak harus bertemu secara langsung. Seiring perkembangan zaman, Perjanjian asuransi konvensional berkembang menjadi perjanjian asuransi yang digital. perjanjian asuransi sendiri mengandung klausula eksonerasi didalamnya yang membuat pengawasan terhadap perjanjian asuransi yang dilakukan secara digital sulit untuk dilakukan. Keabsahan dan pemberlakuan perjanjian digital merupakan salah satu hal yang sangat dibutuhkan oleh para tertanggung asuransi, sehingga tertanggung bisa mendapatkan kepastian hukum. Sampai saat ini Peraturan Perundang-udangan yang berlaku di Indonesia masih belum mengatur mengenai keabsahan perjanjian digital ini. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah Metode Yuridis Normatif dan mengacu kepada beberapa Peraturan Perundang-undangan yang relevan yaitu Pengaturan terkait perasuransian di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/ POJK.05/2015 Tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi. Keabsahan perjanjian yang diberikan dapat ditinjau dari beberapa peraturan perundangan yang terkait, sehingga dalam penulisan hukum ini, penulis menganalisa mengenai kepastian hukum terhadap keabsahan perjanjian yang dapat diterima oleh tertanggung. |