Tes keperawanan adalah praktik yang bersifat diskriminatif, merendahkan harkat dan martabat perempuan serta melanggar hak asasi manusia, seperti yang dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) bagi calon polisi wanita dan yang juga dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) bagi calon prajurit perempuan. Demikian timbul dua permasalahan yang ingin dibahas oleh Penulis: Bagaimana kewajiban dan tanggung jawab Indonesia dalam memberikan perlindungan hukum terhadap perempuan menurut hukum internasional, dan bagaimana legalitas praktik tes keperawanan yang dilakukan oleh POLRI dan TNI menurut hukum internasional. Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang bersifat kualitatif. Hasil penelitian yang telah disusun oleh Penulis adalah sebagai berikut: Kewajiban dan tanggung jawab Indonesia untuk memberikan perlindungan hukum terhadap perempuan dimandatkan oleh pasal 7 UDHR, pasal 4 huruf d, e, f, dan l DEVAW, pasal 2 huruf a, b, c, dan f CEDAW, serta pasal 3 dan pasal 26 ICCPR. Dasar hukum daya ikat instrumen-instrumen hukum internasional tersebut kepada Indonesia adalah Pasal 26 Konvensi Wina 1969, serta hukum kebiasaan internasional yang menyatakan bahwa perjanjian internasional memiliki daya ikat. Terkait legalitas praktik tes keperawanan yang dilakukan oleh POLRI dan TNI, praktik tersebut melanggar pasal 1, pasal 2, pasal 5 UDHR, pasal 1, pasal 2 ayat (3), pasal 3, dan pasal 4 huruf b DEVAW, pasal 1 dan pasal 2 huruf d CEDAW, pasal 7 ICCPR, serta pasal 16 dan pasal 10 CAT. |