Penulisan yang berdasar pada metode studi yuridis normatif dengan menggunakan studi kepustakaan akan membahas mengenai relevansi antara pemrosesan data pribadi dan hukum persaingan usaha di era ekonomi digital. Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi membuat semakin banyak pelaku usaha yang mengumpulkan dan memproses data pribadi, terutama platform online. Ketika pengguna ingin membuat akun untuk mengakses terhadap layanan platform online, tentu akan dihadapkan dengan syarat dan ketentuan yang berisi kebijakan privasi yang harus disetujui. Seiring berjalannya waktu, beberapa otoritas persaingan usaha menilai adanya persoalan dominasi pasar oleh pelaku usaha dalam mengumpulkan dan memproses data pribadi melalui kebijakan privasi mereka. Hasil pembahasan dapat dilihat bahwa: (1) Adanya relevansi antara pemrosesan data pribadi dan persaingan usaha, dengan mempertimbangkan beberapa elemen, seperti pemrosesan data pribadi dalam perkembangan platform online, pemasaran yang bertarget, konsep pasar dengan harga nol yang semakin dikenal dalam era ekonomi digital, dan juga pelindungan konsumen untuk menegakkan iklim persaingan yang sehat dengan melakukan peninjauan terhadap regulasi persaingan usaha dan RUU PDP. (2) Untuk menentukan apakah telah terjadinya penyalahgunaan posisi dominan, maka harus dibuktikan jika pelaku usaha tersebut dominan. Hal ini dapat ditinjau berdasarkan 2 (dua) aspek, yakni aspek kualitatif dan kuantitatif menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ketika suatu pelaku usaha sudah dianggap dominan, maka penilaian terhadap penyalahgunaan posisinya dapat dianalisa. Dengan tingkat konsentrasi pasar yang tinggi dalam platform online, kemungkinan besar bahwa pengguna tidak mempunyai pilihan lain namun menyetujui kebijakan privasi tersebut yang mana terdapat beberapa pelaku usaha mengendalikan pasar. Unsur-unsur ini dapat memenuhi adanya syarat exploitative abuse bagi konsumen dibawah hukum persaingan usaha. Ketika konsumen “dikunci” dalam sebuah platform yang dominan, maka akan berdampak pada exclusionary abuse yang mana akan menghambat pesaingnya di pasar yang sama untuk masuk. Dalam hal ini, konsumen juga akan dirugikan secara tidak langsung. Namun, dapat disimpulkan bahwa penyebab adanya kebijakan privasi yang tidak adil, hal tersebut dapat disebabkan pada adanya asimetri informasi yang mengakibatkan kekuatan tawar menawar yang membuat konsumen tidak dapat bernegosiasi mengenai kebijakan privasi, sehingga meskipun elemen-elemen terkait pelanggaran mengenai pelindungan data pribadi memenuhi unsur penyalahgunaan posisi dominan, pelanggaran tersebut tidak dapat dijadikan dasar analisis untuk menentukan penyalahgunaan posisi dominan, namun intervensi hukum persaingan usaha dapat dilakukan ketika terjadinya pelanggaran terhadap pelindungan data pribadi. |