Pada masa pandemi kekerasan terhadap anak meningkat cukup tinggi dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, jumlah kekerasan fisik terhadap anak di masa pandemi menyentuh angka tertinggi sejak 4 (empat) tahun terakhir. Pada penelitian ini, Penulis membagi rumusan masalah menjadi dua: Pertama, faktor apa yang mengakibatkan kekerasan terhadap anak di masa pandemi meningkat cukup tinggi dibanding sebelum masa pandemi dan kedua, bagaimana pelaksanaan penanganan kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua di masa pandemi. Metode penelitian hukum yang digunakan adalah yuridis empiris yang bersifat kualitatif dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Hasil penelitian yang telah disusun oleh Penulis adalah sebagai berikut: Pada masa pandemi ini terdapat banyak tekanan yang dihadapi oleh orang tua dan berdampak pada keadaan rumah tangga. Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya kekerasan terhadap anak adalah keadaan psikis orang tua, yang didukung dengan faktor lainnya, yaitu ketidaksiapan orang tua, persepsi yang salah oleh orang tua, peran pemerintah dalam melakukan mitigasi terhadap situasi pandemi, dan keadaan rumah tangga yang sedang dalam masalah. Sebagai korban, anak memiliki hak berupa pendampingan hukum, rehabilitasi sosial, dan jaminan keselamatan fisik. Hak tersebut didapatkan dengan bantuan dan pendampingan dari lembaga terkait, seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, yang selanjutnya disebut (P2TP2A). Pelaksanaan penanganan kasus kekerasan terhadap anak di masa pandemi mengalami hambatan dikarenakan kebijakan pemerintah berupa lockdown dan protokol kesehatan yang cukup rumit untuk meminimalisir penyebaran virus covid-19. Sehingga pemenuhan hak-hak anak korban terhambat. |