Dalam sistem Otonomi Daerah Indonesia, dikenal adanya sebuah daerah Istimewa yaitu salah satunya adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam mengurus jalannya pemerintahan daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai beberapa keistimewaan, salah satunya adalah mengurus pertanahan nya sendiri. Dalam perjalanan mengurus urusan pertanahannya sendiri, dikeluarkan Instruksi Wakil Kepala Daerah Nomor K.898/I/A/75 Tentang Penyeragaman Policy Pemberian hak atas tanah kepada seorang WNI non Pribumi atau yang disebut Instruksi 75. Pemberlakuan tersebut akhirnya menyebabkan warga Yogyakarta etnis tionghoa tidak dapat memiliki tanah dengan status hak milik karena dianggap bukan merupakan WNI pribumi. Dalam penulisan hukum ini penulis menggunakan metode normatif yuridis. Yang berarti pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan Instruksi 75, sehingga ditemukan status keabsahan instruksi 75 dan terkait kenyataan empiris yang terjadi, Karena pemberlakuan diskriminatif tersebut, telah dilakukan berbagai upaya hukum namun tidak menghasilkan perubahan substansial, ditambah sebuah fakta bahwa Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan permasalahan, karena itu berdasarkan ketentuan UUD NRI 1945 , maka yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan permasalahan Instruksi 75 adalah Pemerintah Pusat. Dalam menyelesaikan permasalahan instruksi 75, Pemerintah Pusat yang dikepalai oleh Presiden dapat mencabut Instruksi 75 dengan mengeluarkan sebuah Keputusan Presiden (Keppres) dan membentuk sebuah Badan Legislasi Nasional yang bertugas untuk mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan sampai ketingkat paling bawah. |