Ketergantungan remaja untuk menggunakan teknologi di kehidupan sehari-hari, khususnya dalam hubungan romantis, dapat mendorong remaja untuk melakukan intimate partner cyberstalking. Penelitian sebelumnya melihat perilaku intimate partner cyberstalking sebagai upaya individu dalam memelihara hubungan, dengan menghindari penyelesaian konflik secara langsung. Keyakinan individu untuk dapat memelihara hubungannya secara positif dan menyelesaikan konflik, berkaitan dengan self-efficacy dalam hubungan romantis dan karakteristik individu dengan attachment anxiety. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji daya prediksi self-efficacy dalam hubungan romantis dan tingkat attachment anxiety terhadap perilaku intimate partner cyberstalking. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis statistik multiple regression. Data penelitian diperoleh melalui pengisian kuesioner daring yang terdiri dari alat ukur Intimate Partner Cyberstalking Scale dengan item berjumlah 15, Self-efficacy in Romantic Relationship dengan item berjumlah 9, dan Experiences in Close Relationships – Revised dimensi anxiety dengan item berjumlah 15. Melalui teknik convenience sampling, kuesioner diisi oleh 200 remaja usia 15 sampai 19 tahun yang sedang menjalani hubungan berpacaran selama minimal 1 bulan, rutin menggunakan alat komunikasi, serta terhubung dengan internet. Hasil multiple regression menunjukkan bahwa self-efficacy dalam hubungan romantis dan attachment anxiety secara signifikan dapat memprediksi 14.9% perilaku intimate partner cyberstalking (R2 = 0.149, F (2,197) = 17.286, p < 0.001). Kedua variabel dapat memprediksi perilaku intimate partner cyberstalking dengan kontribusi attachment anxiety lebih besar (ß = 0.287, p < 0.001), dibandingkan dengan self-efficacy dalam hubungan romantis (ß = -0.156, p = 0.035). Penelitian selanjutnya dapat melihat faktor lain yang dapat memprediksi perilaku intimate partner cyberstalking atau menggunakan sudut pandang korban. |