Prostitusi merupakan hal yang bertentangan dan melanggar nilai-nilai kesusilaan di masyarakat. Pesatnya perkembangan teknologi saat ini turut mempengaruhi berkembangnya prostitusi ke dalam media online. Maka dari itu, penulis ingin membahas penegakan hukum terhadap tindak pidana kesusilaan melalui media online. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, data yang digunakan berupa data sekunder, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Masalah penelitian ini yaitu: (1) Apa hal-hal yang mendorong pelaku melakukan tindak pidana kesusilaan melalui media online (prostitusi online) dalam Putusan Nomor 405/Pid.Sus/2019/PN Smn dan Putusan Nomor 612/Pid.Sus/2018/PN Smn., (2) Bagaimana penegakan hukum dilakukan terhadap pelaku tindak pidana kesusilaan melalui media online (prostitusi online), yaitu terhadap pelacur (prostitute), mucikari (pimp), dan penggunanya (client) dalam Putusan Nomor 405/Pid.Sus/2019/PN Smn dan Putusan Nomor 612/Pid.Sus/2018/PN Smn. Penegakan hukum terhadap pihak yang terlibat dalam prostitusi online dapat dilakukan apabila para pihak tersebut memenuhi unsur dalam aturan di KUHP ataupun di luar KUHP yang mengatur mengenai prostitusi online. Ada banyak instrumen hukum yang digunakan dalam upaya penanggulangan prostitusi online, namun dengan banyaknya instrumen hukum tidak menjamin efektifitas penegakan hukum terhadap kejahatan prostitusi. Ketentuan hukum positif yang ada di Indonesia hanya bisa dikenakan pada mereka yang membantu serta penyedia pelayanan seks, artinya hanya ditujukan untuk mucikari atau germo, serta pekerja seks komersial. Sebaliknya tidak ada pasal yang mengatur pengguna jasa seks komersial. |