Perkawinan beda agama merupakan salah satu fenomena yang kontroversial di Indonesia. Perkawinan beda agama sendiri terjadi karena proses persebaran penduduk yang meluas dengan adanya enam agama di Indonesia. Perkawinan beda agama sering kali menjadi perdebatan, salah satunya ada perbedaan sudut pandangan hukum pada UndangUndang dan Mahkamah Agung. Selain itu, adanya isu perceraian yang cenderung banyak terjadi pada pasangan perkawinan beda agama, membuat topik ini sering menjadi perbincangan. Adanya kontroversi perkawinan beda agama membuat penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran manajemen konflik pada perkawinan beda agama terhadap pasangan yang akan merencanakan atau baru melakukan perkawinan beda agama. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam bentuk wawancara. Wawancara menggali proses pasangan melakukan perkawinan beda agama, konflikkonflik pada perkawinan beda agama, metode manajemen konflik, dan gaya manajemen konflik yang dilakukan pasangan yang melakukan perkawinan beda agama. Wawancara dilakukan kepada dua pasangan yang telah melakukan perkawinan lebih dari 5 tahun dan sudah memiliki anak. Hasil penelitian menujukkan bahwa keempat partisipan memutuskan perkawinan agama karena adanya kecocokan dan dapat saling toleransi dengan agama yang berbeda. Dua pasangan memiliki konflik-konflik yang berbeda-beda, dua di antaranya mengalamai konflik yang berasal dari pandangan masyarakat. Proses manajemen konflik yang dilakukan oleh masing-masing partisipan berbeda-beda. Kedua pasangan melakukan diskusi terbuka untuk menyelesaikan konflik. Gaya manajemen konflik yang digunakan juga bermacam-macam, ketika masing-masing individu dari pasangan menggunakan gaya manajemen konflik memunculkan interaksi dan respon yang berbeda-beda juga. |