Kasus kekerasan dalam pacaran (KDP) di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun. Komnas Perempuan melaporkan terdapat 1.815 kasus KDP menimpa perempuan (Komnas Perempuan, 2020). Salah satu fenomena yang muncul adalah bagaimana dalam hubungan yang penuh kekerasan, pihak korban merasa sangat sulit melepaskan ikatan dengan pasangan. Hal ini disebut stockholm syndrome, yaitu kondisi psikologis yang ditemukan pada korban abuse yang memiliki ikatan kuat dengan abuser (Graham, 1995). Stockholm syndrome terdiri dari 3 dimensi, yaitu core stockholm syndrome yang mengandung distorsi kognitif dan survival strategy lainnya, love-dependency dimana korban bergantung dengan pasangan, dan psychological damage yang memaparkan dampak negatif pada psikologis korban (George, 2015). Ada beberapa faktor yang bisa memicu berkembangnya stockholm syndrome, salah satunya adalah gender beliefs. Gender beliefs merupakan kepercayaan dan pandangan mengenai nilai feminin dan maskulin terhadap laki-laki dan perempuan (Deaux & Kite, 1987). Gender beliefs terbentuk dari adanya gender norm dalam masyarakat berbudaya patriarki yang berbasis power imbalance. Graham menekankan kunci utama berkembangnya stockholm syndrome adalah keberadaan power imbalance. Penelitian ini bertujuan untuk mendalami gambaran gender beliefs dalam stockholm syndrome pada korban KDP. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode kualitatif menggunakan thematic analysis. Partisipan penelitian berjumlah 3 orang perempuan, pernah mengalami KDP minimal 1 tahun, dan memenuhi seluruh indikator stockholm syndrome. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan panduan yang dibentuk berdasarkan teori stockholm syndrome oleh Dee GrahamKemudian, data dianalisis dengan mencari tema dan mengidentifikasi pola dengan menggunakan kerangka analisa yang disusun berdasarkan teori stockholm syndrome. Data yang dihasilkan dijaga keakuratannya dngan melakukan member checking. Hasil penelitian mengatakan, terdapat gender beliefs dari setiap partisipan dan pasangannya yang berpengaruh terhadap stockholm syndrome dilihat dari dimensi-dimensinya. Setiap partisipan mengalami seluruh dimensi stockholm syndrome. Gender beliefs pada partisipan yang berperan dalam pembentukan stockholm syndrome adalah nilai keperawanan, perempuan sebagai pihak yang penurut, penyayang, perasa. Penelitian juga menemukan bahwa gender beliefs tentang perempuan yang dimiliki oleh pelaku kekerasan berpengaruh terhadap stockholm syndrome. Gender beliefs bersinggungan dengan dimensi core stockholm syndrome dan love-dependency, sehingga terbukti berpengaruh pada perkembangan stockholm syndrome. |