Indonesia merupakan salah satu negara yang warga negaranya memiliki tingkat penganut agama atau keyakinan yang tinggi di dunia. Meskipun begitu, ada sekumpulan sekuler di Indonesia yang tidak menjadikan agama sebagai bagian dari kehidupan mereka yang disebut ateis. Ateisme di Indonesia tidak diakui secara hukum, karena hanya ada tujuh keyakinan yang dilindungi secara undang-undang. Hal tersebut merupakan kesulitan tersendiri bagi orang-orang yang memilih untuk tidak mengidentifikasikan dirinya ke dalam keyakinan apapun terutama di dalam negara dengan penganut agama keyakinan yang tergolong tinggi. Maka dari itu, ada proses yang terjadi ketika individu mengidentifikasikan dirinya sebagai penganut agama tertentu hingga mengidentifikasikan dirinya sebagai ateis yang disebut sebagai dekonversi relijius. Proses tersebut terbagi menjadi lima tahap, yaitu detachment, doubt, dissociation, transition, dan declaration. Sebagai cara untuk mengetahui latar belakang dilakukannya dekonversi relijius, proses, serta pemaknaan yang didapatkan, maka dilakukan semi-structured interview terhadap keempat partisipan dan triangulasi terhadap tiga significant others dari para partisipan. Agar bisa mendapatkan gambaran lebih spesifik tentang alasan-alasan yang dimiliki partisipan untuk melakukan dekonversi relijius, maka menggunakan teori delapan alasan dilakukannya dekonversi relijius, yaitu alasan intelektual, relasional, sosialisasi agama dulu dan sekarang, emosional, anti-agama, intuitif, agnostik, dan eksistensial. Cara untuk mengetahui apakah para responden memiliki salah satu atau lebih alasan tersebut maka peneliti memberikan pertanyaan-pertanyaan di domain riwayat hidup, riwayat pendidikan, dan relijiusitas. Hasil penelitian yang didapat adalah alasan-alasan yang muncul pada partisipan untuk melakukan dekonversi relijius adalah alasan intelektual, emosional, anti-agama, sosialisasi agama dulu dan sekarang, dan relasional. Setelah para partisipan melewati proses dekonversi relijius, pemaknaan terhadap proses yang telah dilewati ditelaah dan ditemukan bahwa hanya satu partisipan yang memaknai pengalamannya secara internal. Saran yang diberikan dari penelitian ini untuk individu yang mengidentifikasikan dirinya sebagai ateis adalah untuk berbagi pengalaman dan sudut pandang dengan individu yang mengidentifikasikan diri sebagai ateis lainnya agar tidak merasa sendiri. |