PT KK merupakan perusahaan penyedia tenaga kerja outsourcing yang berdomisili di Pontianak, Kalimantan Barat. Pada Tahun 2012, PT KK mengerahkan delapan pekerjanya yaitu AR, HI, HS, MAS, SM, SW, SD, dan SY pada PT X berdasarkan Perjanjian Pemborongan Jasa Pemutusan dan Pemasangan Layanan. Pada akhir tahun 2019, PT X memberikan pemberitahuan kepada PT KK bahwa Perjanjian Pemborongan tidak akan diperpanjang kembali seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, PT KK mengirimkan Surat Pemutusan Hubungan Kerja kepada delapan pekerjanya yang dikerahkan sebagai tenaga kerja outsourcing pada PT X. Surat Pemutusan Hubungan Kerja memuat pemberitahuan bahwa PT KK memutus hubungan kerja terhadap delapan pekerja karena tidak diperpanjangnya Perjanjian Pemborongan dan memuat ketentuan mengenai perhitungan uang pesangon. Kedelapan pekerja menerima Surat Pemutusan Hubungan Kerja dan merasa tidak terima dengan alasan serta ketentuan perhitungan uang pesangon yang dimuat dalam surat. Berdasarkan permasalahan tersebut, Penulis melakukan pembahasan berdasarkan permasalahan hukum, yaitu: 1) Apakah Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) yang terjadi antara PT KK dengan Para Pekerja telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku? 2) Apakah hak-hak Para Pekerja yang mengalami PHK karena tidak diperpanjangnya Perjanjian Pemborongan antara PT KK dengan PT X? Berdasarkan pembahasan dalam penulisan hukum ini, diketahui bahwa pemutusan hubungan kerja yang dilakukan PT KK terhadap delapan pekerja tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam Pasal 151 ayat (2) dan Pasal 164 ayat (3) UU Nomor 13/2003. Selain itu ketentuan perhitungan pesangon dalam Surat Pemutusan Hubungan Kerja juga tidak sesuai dengan cara dan jumlah yang sepatutnya diterima oleh delapan pekerja tersebut berdasarkan Pasal 156 ayat (2), ayat (3), ayat dan Pasal 164 ayat (3) UU Nomor 13/2003. |