Anda belum login :: 27 Nov 2024 06:49 WIB
Detail
BukuKEABSAHAN STATUS PERKAWINAN TRANSEKSUAL DILIHAT DARI UNDANG UNDANG PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM
Bibliografi
Author: Fitria, Anita ; Wilujeng, Johana Heny (Advisor)
Topik: Keabsahan Status Perkawinan Transeksual
Bahasa: (ID )    
Penerbit: Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya     Tempat Terbit: Jakarta    Tahun Terbit: 2020    
Jenis: Theses - Undergraduate Thesis - Abstract of Undergraduate Thesis
Fulltext: Anita Fitria_Undergraduate Theses_2020.pdf (399.11KB; 7 download)
Abstract
Keabsahan perkawinan bagi transeksual menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan hukum Islam. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yang dimana penulisan hukum ingin menjelaskan peraturan yang berlaku kontradiktif di dalam masyarakat, untuk pengumpulan pemenuhan data menggunakan studi kepustakaan yang dibagi menjadi tiga sumber, yaitu: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan sumber data wawancara. Skripsi ini membahas tentang hukum perkawinan dan hukum Islam untuk transeksual yang telah mempunyai kepastian hukum. Untuk transeksual yang melangsungkan perkawinan harus tunduk terhadap Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Berdasarkan pasal 2 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 bahwa perkawinan akan dianggap sah jika melangsungkan sesuai dengan hukum agama dan kepercayaan masing-masing, dicatatkan menurut hukum yang berlaku. Merujuk kepada pasal 2 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing, maka penulisan hukum ini menggunakan hukum Islam sebagai dasar perkawinan sah untuk transeksual. Syarat sah perkawinan di dalam hukum Islam diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam, berdasarkan pasal 4 bahwa syarat sah perkawinan merujuk pada pasal 2 Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 dan untuk ketertiban maka perkawinan umat Islam harus dicatatkan, untuk perkawinan yang tidak dicatatkan maka dapat dilakukan sidang itsbad menurut pasal6 dan pasal 7 KHI. Perkawinan yang tidak dicatatkan dikenal dengan perkawinan siri, bagi umat Islam yang melakukan perkawinan ini dianggap mempunyai kekuatan hukum agama. Oleh sebab itu, transeksual masih tetap melangsungkan perkawinan dengan perkawinan siri dengan persayaratan lebih mudah. Jika ada pihak yang merasa dirugikan dengan perkawinan transeksual, maka pihak tersebut dimungkinkan untuk memohonkan pembatalan perkawinan, dengan merujuk Fatwa MUI. Di dalam hukum Islam mengatur tentang syarat sah jika melakukan pergantian alat kelamin, yang disebut khutsna, yaitu berdasarkan Fatwa MUI No. 03/Munas/Viii/2010, bahwa di dalam Islam diperbolehkan untuk melakukan pergantian alat kelamin untuk alasan medis yaitu operasi yang bertujuan untuk penyempurnaan alat kelamin seperti seseorang yang berkelamin ganda. Syarat sah transeksual ini menjadi dasar untuk seorang transeksual yang sah melangsungkan perkawinan menurut hukum Islam.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Lihat Sejarah Pengadaan  Konversi Metadata   Kembali
design
 
Process time: 0.171875 second(s)