Dalam dewasa ini lembaga keuangan di Indonesia kian berkembang sebagai akibat dari laju pertumbuhan perekonomian dan juga perkembangan jaman. Hal ini nampak dari semakin banyaknya variasi instrument keuangan yang telah beredar didalam sistem keuangan baik di bidang perbankan maupun di bidang non-perbankan. Kemunculan perusahaan keuangan dalam bidang Fintech Peer to Peer Lending semakin mendapatkan perhatian publik dan regulator yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi. Fintech Peer to Peer Lending merupakan suatu terobosan baru dimana banyak masyarakat di Indonesia yang belum mengenal layanan perbankan (unbanked people) akan tetapi sudah paham akan teknologi. Dalam POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang LPMUBTI, Penulis tidak menemukan adanya penetapan tingkat suku bunga didalam peraturan tersebut oleh Otoritas Jasa Keuangan. Dengan tidak diaturnya mengenai tingkat suku bunga dalam peraturan tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan tindakan yang sewenang-wenang dari perusahaan penyelenggara terhadap penerima pinjaman. Berdasarkan latar belakang tersebut, Penulis merumuskan dua permasalahan yaitu perlindungan yang diberikan terhadap penerima pinjaman terkait penetapan tingkat suku bunga yang tinggi oleh perusahaan Peer to Peer Lending yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan, serta pemberian sanksi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang mengawasi dan mengeluarkan peraturan mengenai Peer to Peer Lending terhadap perusahaan P2PL yang telah terdaftar tetapi melanggar peraturan yang telah ditetapkan. Metode penelitian yang Penulis gunakan ialah Yuridis Normatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa OJK didalam memberikan perlindungan telah sesuai dengan POJK Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yaitu salah satunya dengan memberikan ganti rugi kepada Penerima Pinjaman yang disebabkan oleh Perusahaan Penyelenggara Fintech Peer to Peer Lending, serta sanksi yang dapat diberikan oleh OJK ialah peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, sampai dengan pencabutan izin usahanya. Saran yang dapat Penulis berikan ialah OJK perlu menyusun ketentuan dan standar mekanisme penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa pada para pelaku Fintech, serta OJK perlu mengkaji penerapan Online Dispute Resolution (ODR) bagi Fintech. |