Perkembangan zaman yang begitu pesat saat ini dan segala kegiatannya dapat menggunakan bantuan teknologi, juga mempengaruhi dunia peradilan Indonesia. Dengan terbitnya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik atau yang lebih dikenal dengan E-Court, menjadi awal keberlakuan dari pengaruh perkembangan teknologi dalam dunia peradilan Indonesia secara menyeluruh. Sebelumnya pernah berlaku mengenai alat bukti elektronik dalam pembuktian yang tercantum di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, namun Undang-undang tersebut hanya mengatur keberlakuan adanya alat bukti elektronik untuk mendukung pembuktian dalam persidangan. Melalui Peraturan Mahkamah Agung ini, dimana segala administrasi perkara dan persidangan dalam pengadilan menggunakan media elektronik, termasuk juga pemanggilan para pihak untuk datang bersidang secara elektronik. Peraturan Mahkamah Agung ini mengikat pada penyelesaian perkara perdata, untuk itu pemanggilan para pihak untuk datang bersidang pun harus menyesuaikan dengan prinsip hukum acara perdata yaitu sah dan patut, namun terdapat perbedaan mekanisme terkait pemanggilan para pihak yang sah dan patut antara ketentuan pengadilan secara elektronik (E-Court) dengan hukum acara perdata. Kemudian berhubungan dengan itu juga menelusuri perbedaan tentang mekanisme praktek persidangan dalam pengadilan secara elektronik (E-Court) dengan hukum acara perdata. Dan yang pada akhirnya, penulis menyimpulkan mengenai keharusan adanya sinkronisasi antara ketentuan pengadilan secara elektronik dengan hukum acara perdata, yang dimana telah diketahui hukum acara perdata masih mengatur secara konvensional dan tidak mengenal adanya elektronik dalam penyelesaian perkaranya. |