Istri yang bekerja memiliki lebih dari satu peran, yaitu peran sebagai istri bagi suami, ibu bagi anak, pengurus rumah tangga, dan juga sebagai pekerja. Banyaknya peran dan tanggung jawab membuat istri bekerja rentan menghadapi berbagai macam konflik. Konflik yang muncul bisa berasal dari hubungan dengan suami, anak, orangtua atau mertua dan rekan kerja. Jika konflik yang dialami tidak diatasi dengan baik, maka akan berpotensi merusak hubungan yang ada. Maka menjadi penting bagi istri bekerja untuk dapat mengelola konfliknya dengan baik. Terdapat 5 gaya manajemen konflik yang dikembangkan oleh Thomas & Kilmann (2008) berdasarkan dua dimensi assertiveness dan cooperativeness, yaitu: Competitive style, Collaborative style, Compromise style, Avoidance style, dan Accommodating style. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Karakteristik partisipan dalam penelitian ini yaitu seorang istri, bekerja kantoran penuh waktu, berusia 2040 tahun (M= 30,8; SD= 4,88), usia pernikahan 0 sampai 10 tahun (M= 5,02; SD=2,97), memiliki anak dan tinggal di Jabodetabek. Partisipan penelitian ini berjumlah 128 partisipan yang pengambilan sampelnya menggunakan teknik sampling convenience. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur Thomas-Kilmann Conflict Mode Instrument (TKI) yang sudah diterjemahkan ke bahasa indonesia oleh Sekti (2014) dengan reliabilitas sebesar 0,75. Hasil penelitian ini yaitu bahwa gaya manajemen konflik yang dominan digunakan oleh istri bekerja adalah gaya manajemen konflik compromising. Dengan partisipan pada setiap kategori demografi yang berupa usia, usia pernikahan, nuclear family vs extended family, kisaran pendapatan dan lama bekerja, memiliki gaya manajemen konflik yang dominan pada gaya compromising. Saran bagi penelitian selanjutnya yaitu untuk mengadaptasi alat ukur sesuai dengan konteks penelitian.Selain itu saran bagi istri yang bekerja agar dapat mengembangkan kemampuan untuk memahami gaya manajemen apa yang dimiliki dan menggunakan gaya manajemen dengan baik. |