Bullying menjadi isu penting yang masih terjadi di Indonesia dan paling banyak terjadi di kota Jakarta dan sekitarnya. Bullying berada pada puncaknya di usia remaja. Remaja yang mengalami bullying, dapat mengalami dampak negatif dan mengalami stres, selain karena tuntutan perkembangan dan tuntutan sosial juga dari perilaku bullying yang dialaminya. Apabila remaja mampu mengatasi masalahnya dan menunjukkan hasil positif, maka dapat dikatakan bahwa remaja tersebut memiliki resiliensi. Cara-cara yang dilakukan remaja yang pernah mengalami bullying untuk menghadapi masalah dan menghilangkan perasaan negatifnya disebut dengan strategi coping. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara dimensi-dimensi resiliensi dan dimensi-dimensi strategi coping pada remaja yang pernah mengalami bullying. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Partisipan penelitian ini adalah 67 remaja berusia 15 sampai 17 tahun yang pernah mengalami bullying di masa remajanya. Peneliti mendapatkan partisipan dengan menggunakan metode non probability sampling dengan teknik convenience sampling. Peneliti menggunakan alat ukur ARS (Adolescence Resilience Scale) dan Brief Cope yang telah diadaptasi sesuai konteks penelitian dan melakukan uji korelasi dengan teknik korelasi Spearman pada masing-masing skala. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif signifikan antara antara novelty seeking dan positive reframing, novelty seeking dan acceptance, emotional regulation dan positive reframing, positive future orientation dan positive reframing, serta positive future orientation dan religion; korelasi negatif signifikan antara emotional regulation dan denial, emotional regulation dan use of instrumental support, emotional regulation dan behavioral disengagement, emotional regulation dan venting, serta emotional regulation dan self-blame, sementara skala-skala variabel resiliensi dan skala-skala variabel strategi coping lainnya tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. |