Pendidikan seksual yang masih terkesan tabu di Indonesia mendorong remaja untuk memenuhi keingintahuan tentang informasi perilaku seksual melalui internet. Namun demikian, internet menyediakan berbagai informasi yang dapat diunggah dan diakses oleh siapapun, sehingga tidak semua informasi yang disajikan di internet dapat dipercaya begitu saja. Hal ini yang menyebabkan pentingnya kemampuan literasi media bagi remaja, agar mereka mampu menemukan informasi yang akurat melalui internet mengenai perilaku seksual. Salah satu informasi penting yang perlu mereka ketahui adalah perilaku seksual berisiko. Kemampuan remaja untuk secara kritis menginterpretasi informasi yang diterima dari media, diharapkan akan tercermin melalui penilaian mereka terkait perilaku seksual berisiko. Remaja yang memiliki tingkat literasi media yang baik, ditengarai memiliki sikap negatif terhadap perilaku seksual berisiko. Penelitian ini menggunakan kerangka teori dari Potter (2004) serta Fishbein dan Ajzen (1975). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross-sectional. Dua instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti, masing-masing untuk mengukur tingkat literasi media dan sikap terhadap perilaku seksual berisiko. Penelitian ini melibatkan 370 partisipan remaja di Jakarta, yang dipilih melalui teknik convenience sampling. Untuk membuktikan adanya hubungan negatif antara literasi media dan sikap terhadap perilaku seksual berisiko, digunakan teknik korelasi Spearman. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa literasi media tidak memiliki hubungan negatif dengan sikap terhadap perilaku seksual berisiko dengan hasil r=,16, n=370, p > ,05, one-tailed. Selain itu, ditemukan juga bahwa literasi media berhubungan dengan usia, dan terdapat perbedaan tingkat literasi media berdasarkan berbagai media informasi yang sering digunakan oleh remaja. Sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko tergolong negatif. Sedangkan, tingkat literasi media partisipan penelitian umumnya masih tergolong rendah. Tidak adanya hubungan antara kedua variabel bisa berkaitan variabel lain yang berkontribusi pada sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko, dan adanya kemungkinan social desirability pada alat ukur sikap terhadap perilaku seksual berisiko. |