Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa. Sumber pendapatan negara yang berasal dari pajak tersebut dibagi menjadi 7 (tujuh) sektor, diantaranya ialah Pajak Penghasilan. Dalam pemungutan pajak, diharapkan asas kesamaan, asas keadilan, maupun asas non diskriminasi dapat ikut tercapai di dalamnya. Kenyataannya asas-asas tersebut tidak sejalan dengan implementasinya, khususnya dalam pemungutan pajak terhadap orang pribadi (Wajib Pajak) dengan diberikannya pilihan-pilihan pada taxable unit dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Individual unit disinggung pada Pasal 8 ayat (2) huruf C Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang merupakan keadaan dimana seorang istri yang bekerja dapat memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. Family unit sendiri disebutkan pada Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, pasal ini memperlakukan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis yang berarti seorang istri menggabungkan hak dan kewajiban perpajakannya dengan suaminya. Hal yang menjadi masalah dalam pemilihan taxable unit ini ialah pada saat wanita tersebut memilih untuk memiliki NPWP sendiri, ia berpotensi menanggung beban pajak lebih besar daripada wanita yang memilih untuk menggabungkan NPWP dengan suami karena tarif progresif tersebut. Penulisan hukum ini membahas tentang implementasi Undang-Undang Pajak Penghasilan terhadap wanita yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, serta bagaimana perbandingan pengaturan hal tersebut dengan Singapura. Penulis menggunakan Metode Yuridis Normatif dalam menyelesaikan penelitian ini. Dari penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa apabila pemilihan taxable unit tersebut akan dirubah, harus melihat kembali bagaimana kondisi sosial dan budaya pada masyarakat, walaupun pada saat ini masalah tersebut juga sedang menjadi pembahasan dalam Rancangan Undang-Undang Pajak Penghasilan. |