Kajian penelitian ini berisi tentang Larangan Pengurus Partai Politik Menjadi Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Tata Negara. Penelitian ini menggunakan metode juridis normatif dan metode juridis empiris dengan cara menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas, konsepsi, doktrin dan norma hukum juga penelitian lapangan melalui wawancara dengan dengan Bivitri Susanti selaku Ahli Hukum Tata Negara, Profesor Teguh Prasetyo selaku Guru Besar Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga / Anggota DKPP, Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU, dan wawancara secara tertulis dengan I Gede Pasek Suardika sebagai Pengurus Partai Hanura dan anggota DPD-RI (2014-2019). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sejak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018, pengurus partai politik dilarang untuk mencalonkan diri menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Putusan ini kemudian menimbulkan masalah terhadap salah satu politisi Negara Indonesia, yaitu Oesman Sapta Odang yang kembali mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPD yang juga pengurus partai, sehingga melakukan sejumlah upaya hukum atas putusan tersebut. Putusan Mahkamah Konstitusi ini menunjuk pada tujuan awal pembentukan Dewan Perwakilan Daerah sebagai lembaga legislatif di Indonesia yang muncul setelah perubahan ketiga UUD 1945. Putusan Mahkamah Konstitusi ini dianggap sebagai jalan keluar permasalahan sistem ketatanegaraan yang selama ini dihadapi oleh Bangsa Indonesia terkait keterwakilan DPD, sebagai wadah untuk mengembalikan semangat awal didirikannya DPD sebagai perwakilan daerah. Sehingga untuk kedepannya, terkait mengenai pemilihan calon perseorangan anggota DPD agar lebih dipertegas, salah satunya dengan merubah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. |